China Respons Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr yang Tolak Gunakan Meriam Air di Kapal Penjaga Pantai
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 07 Mei 2024 05:50 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian menyampaikan respons atas pernyataan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. yang menolak usulan melengkapi kapal penjaga pantai dengan meriam air untuk pertahanan diri atas kapal China di Laut China Selatan.
"Jika Filipina benar-benar ingin meredakan ketegangan di Laut China Selatan, mereka harus segera berhenti mengganggu perairan yang berdekatan dengan Nansha Qundao dan Huangyan Dao milik China, berhenti mengirimkan bahan-bahan konstruksi ke kapal perang secara ilegal di Ren'ai Jiao," kata Lin Jian dalam konferensi pers rutin di Beijing, China pada Senin, 6 Mei 2024.
Usulan untuk melengkapi kapal penjaga pantai Filipina dengan meriam air datang dari Pemimpin Minoritas Senat Filipina Koko Pimentel pekan lalu, setelah insiden terbaru China-Filipina di perairan Huangyan Dao, yang juga dikenal sebagai Scarborough Shoal.
Baca Juga: Taktik Abu Abu China Menunjukkan Bekerjanya Aliansi AS dan Filipina di Laut China Selatan
Pada 30 April 2024, kapal penjaga pantai China menembakkan meriam air ke arah dua kapal Filipina yang menyebabkan kerusakan pada kedua kapal Filipina tersebut.
"Filipina perlu berhenti membangun fasilitas permanen dan aktivitas pendaratan ilegal di pulau-pulau dan terumbu karang yang tidak berpenghuni. Mereka juga harus berhenti melibatkan negara-negara lain, menunjukkan kekuatan maupun menyebarkan disinformasi kepada komunitas internasional," tambah Lin Jian.
China dan Filipina mempunyai klaim yang tumpang tindih atas Second Thomas Shoal – juga dikenal sebagai Beting Ayungin, Bai Co May dan Ren'ai Jiao – yang merupakan terumbu karang di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.
Baca Juga: Ari Dwipayana: Presiden Jokowi Kunjungan Kerja ke Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam
Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai "markas terapung" bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang tersebut sejak 1999.
"China selama ini berkomitmen untuk menangani sengketa maritim, termasuk masalah Ren'ai Jiao, dengan Filipina melalui dialog dan konsultasi. Kesepahaman antara pemimpin, saling memahami dan kesepakatan atas 'negosiasi model baru' mencerminkan upaya dan ketulusan China untuk mencapai tujuan tersebut," tambah Lin Jian.
Pada akhir 2021, sebut Lin Jian, setelah komunikasi dan konsultasi intensif, China dan Filipina mencapai "kesepakatan para pemimpin" dan selama beberapa bulan pertama pemerintahan Filipina saat ini, kedua belah negara terus menerapkan kesepakatan tersebut hingga Filipina berhenti menepatinya pada Februari 2023.
Kemudian pada September 2023, China mengundang utusan khusus presiden Filipina untuk China ke Beijing untuk membahas cara mengelola situasi di Ren'ai Jiao, yang menghasilkan pemahaman internal.