Menurut Buya Syakur, sumber masalah itu terletak pada kata dharaba. Arti kata dharaba diperkecil menjadi memukul.
Padahal, arti kata dharaba sangat banyak. Salah satunya, memeluk atau membelai. Jadi kalau istri menolak nusyuz, maka suami harus memeluk, membelai, dan merayunya.
Almarhum Dr. Djohan Effendi, peneliti Litbang Kemenag dan mantan Mensesneg, menerjemahkan kata dharaba dalam ayat tersebut sama seperti Buya Syakur. Yaitu memeluk atau membelai.
Baca Juga: Lowongan Kerja Terbaru 2022, di Bank Indonesia Butuh Manajer Ahli Fikih Islam
Ayat 4 Surat An-Nisa tersebut, dampaknya di masyarakat awam sangat luas. Ia menjadi pembenar dari KDRT dan menimbulkan banyak korban.
Buya Syakur dalam kanal YouTube-nya sering mempersoalkan tafsir An-Nisa 4 tadi. Jika ayat 4 An-Nisa jadi pegangan pelaku KDRT, yang salah adalah penafsirnya yang kurang memahami bahasa Arab, ujar Buya Syakur.
Buya Syakur memang dikenal sebagai pakar bahasa dan dan sastra Arab. Beliau melanglang buana, menuntut ilmu keislaman di berbagai perguruan tinggi terkenal di Mesir, Irak, Libya, Tunis, hingga Inggris.
Baca Juga: PBB Kecam Taliban Lakukan Apartheid Gender Terhadap Kaum Perempuan di Afganistan
Buya Syakur menguasai dengan baik bahasa Arab, Prancis, dan Inggris. Pengetahuannya yang luas, menjadikannya seorang ulama yang mampu membedah kebekuan berpikir umat Islam yang terbelenggu kredo-kredo masa lalu.
Selamat Jalan Buya Syakur. Semoga Allah memberikan rumah terindah di sorga. (WNR)
(Oleh: WNR)
Baca Juga: Apakah Makna Genderang Kebebasan dan Kebangkitan Gear 5 Luffy di Anime One Piece Episode 1071