Ada yang sangat menyedihkan, kata Buya Syakur. Dalam fikih, lelaki boleh menceraikan istrinya yang menderita sakit lama, karena ia tidak mampu lagi memberi layanan seks kepada suaminya.
Hukum macam apa ini? Memangnya perempuan dijadikan istri hanya untuk pemuas nafsu seks? Tanya Buya Syakur.
Dalam membela kesetaraan fikih gender, Buya Syakur bahkan mempermasalahkan sebagian tafsir Qur'an yang beredar di Indonesia, yang mengakibatkan ulama membakukan fikih yang diskriminatif. Salah satunya tafsir Alquran Surat An-Nisa ayat 4, yang berbunyi:
Baca Juga: Lowongan Kerja Terbaru 2022, di Bank Indonesia Butuh Manajer Ahli Fikih Islam
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan tinnggalkanlah mereka di tempat-tempat pembaringan serta pukullah mereka. Lalu jika mereka telah menaati kamu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Kata "nusyuz" di An-Nisa ayat 4, yang artinya sangat luas, kerap disederhanakan dengan tafsir "penolakan istri terhadap ajakan suami untuk berhubungan seks".
Jika istri menolak, maka suami boleh memukulnya. Ada lagi, hadist yang menyatakan, sang istri tersebut dikutuk malaikat akibat sikap nusyuznya.
Baca Juga: PBB Kecam Taliban Lakukan Apartheid Gender Terhadap Kaum Perempuan di Afganistan
Padahal, kata Buya Syakur, nusyuz mungkin saja terjadi karena perempuan tersebut kelelahan atau sedang sakit.
Lanjutan ayat tersebut, adalah kata dharaba yang diartikan memukul. Istri yang menolak ajakan suami berhubungan badan, maka boleh dipukul.
Dengan landasan ayat tersebut, sebuah lembaga Council of Islamic Ideology (CII) di Pakistan, mendesak pemerintah untuk mengesahkan hukuman pemukulan terhadap istri yang menolak ajakan hubungan suami istri.
Baca Juga: Apakah Makna Genderang Kebebasan dan Kebangkitan Gear 5 Luffy di Anime One Piece Episode 1071
Sebagai negara Islam, desak CII, Pakistan harus menjalankan hukum tersebut karena bersumber dari Al-Quran.