DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Dr HM Amir Uskara: Kebijakan Ekonomi Populis dan Mental Pengemis

image
Temukan lebih lanjut tentang prestasDr H.M. Amir Uskara.

Oleh: Dr. H.M. Amir Uskara, Pengamat Ekonomi/Wakil Ketua Komisi XI DPR RI

Di periode pertama masa pemerintahannya, 2014-2019, Presiden Joko Widodo menempuh kebijakan ekonomi yang tidak populis.

Ini bersebrangan dengan masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) yang sejak awal, 2004, menempuh kebijakan ekonomi populis.

Di tahun pertama pemerintahannya, 2004, misalnya, SBY menerapkan kebijakan bantuan langsung tunai (BLT), untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dan sembako. Saat itu, program BLT SBY dikritik keras Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Baca Juga: Diskusi Satupena, Satrio Arismunandar: Dinasti Politik Dikhawatirkan Memusatkan Kekuasaan Pada Keluarga Tertentu

Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri menyatakan, BLT melahirkan mental pengemis. Joko Widodo, saat itu kader militan PDIP, mengatakan hal yang sama: kebijakan BLT tidak mendidik rakyat untuk bekerja keras dan mandiri.

"Program BLT SBY hanya menghambur-hamburkan uang. Memangnya pemerintah RI adalah Santa Claus," kritik pedas Megawati saat itu.

Santa Claus atau Sinterklas adalah dongeng tokoh legenda dari Yunani, yang membagi-bagikan uang atau hadiah kepada anak-anak saat Hari Natal.

Selama masa pemerintahannya (2004-2014), misalnya, SBY pernah tiga kali "menurunkan" harga minyak. Tentu saja, penurunan harga BBM itu, dikompensasi dengan subsidi minyak yang membengkak.

Di samping itu, untuk meringankan beban ekonomi masyarakat, SBY pun menggelontorkan BLT (bantuan langsung tunai). Di era SBY, kebijakan ekonomi populis banyak ragamnya dan menyedot anggaran yang besar.

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait