Dr HM Amir Uskara: Kebijakan Ekonomi Populis dan Mental Pengemis
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 16 November 2023 23:38 WIB
Baca Juga: Hasil Piala Dunia U17 2023: Uzbekistan Secara Mengejutkan Mampu Tahan Imbang Spanyol di Matchday 3
Kebijakan SBY tersebut, mendapat kritikan dari Presiden Jokowi di awal pemerintahannya. Jokowi menyatakan, subsidi harga BBM seperti membakar uang. Dampaknya sangat buruk bagi perekomian Indonesia.
Jokowi berani mengubah kebijakan pemerintahan SBY sebelumnya, yaitu mengurangi subsidi harga BBM. Ketimbang untuk mensubsidi BBM, lebih baik untuk membangun infrastruktur, ujar Jokowi.
Jokowi pun di tahun pertama pemerintahannya, menjalankan kebijakan tidak populis, menaikkan harga BBM -- yang artinya mengurangi subsidi minyak. Presiden Jokowi menjelaskan alasan menaikkan harga BBM: agar subsidi yang diberikan pemerintah lebih tepat sasaran.
“Lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi. Mestinya, uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu,” kata Jokowi.
Benar di periode pertama sampai jelang akhir periode kedua masa pemerintahannya, pembangunan infrastrukur berjalan massif di hampir seluruh pelosok Indonesia. Tak hanya jalan raya dan tol. Tapi juga rumah sakit, kereta api, bendungan, dan lain-lain.
Rakyat pun puas terhadap kinerja Presiden Jokowi dalam pembangunan infrastruktur tersebut. Sebagian dana untuk pembangunan infrastruktur tadi berasal dari pengurangan subsidi harga BBM tadi.
Tapi menjelang akhir pemerintahannya, ternyata Jokowi mengikuti kebijakan ekonomi populis era SBY.
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono sempat "menyindir" Jokowi. Kata AHY, dulu mengritik program subsidi ekonomi rakyat dan BLT dari SBY, sekarang menirunya, bahkan dengan skala yang lebih besar. Ini artinya, ujar AHY, Jokowi menganggap kebijakan ekonomi populis SBY terbukti baik untuk rakyat.