Heri Herdiawanto: Kemiskinan di Jawa Tengah dan Peluang Ganjar di Pilpres 2024 Dalam Pendekatan Sosiokultural
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 17 September 2023 07:15 WIB
Termasuk di dalamnya pola kecenderungan khusus serta pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok-kelompok masyarakat. Almond lebih lanjut menjelaskan bahwa istilah budaya politik mengacu pada orientasi politik, sikap dan peranan masyarakat dalam sebuah sistem politik.
Baca Juga: Hasil BRI Liga 1: Persib Bandung Sukses Balaskan Dendam di Derby Pasundan Lawan Persikabo 1973
Dalam konteks peluang Ganjar Pranowo sebagai calon presiden maka budaya politik subjek memiliki relevansi di kultur pendukungnya. Ketokohan dan figur ketua umum PDIP Megawati, Presiden Joko Widodo dan Ganjar Pranowo sendiri, cukup kuat dalam masyarakat Jawa Tengah.
Mereka secara khusus, merepresentasikan trah/keturunan, keberlanjutan kepentingan politik (PNI bentukan Ir. Soekarno) yang masih tetap mendapatkan tempat terhormat di hati masyarakat Jawa. Hal tersebut terbukti pada masa awal pemerintahan GP, yang dengan dukungan PDIP dan partai pendukungnya mampu meraih kemenangan, bahkan menjabat hingga dua periode.
Walaupun demikian, budaya politik berbasis figur dan ketokohan/subjek saja tidak cukup, namun semestinya dilengkapi dengan budaya politik partisipatif, yang berbasis pada objektivitas dan rasionalitas. Berkenaan dengan hal tersebut GP dan para pendukung serta tim suksesnya harus mampu mengartikulasikan capaian GP selama memimpin Jawa Tengah.
Para pemilih milenial dan Zilenial cenderung rasional dan objektif di samping ideologis dalam menentukan pilihan politiknya. Mereka berbasis pada informasi (branding, profiling) yang berbasis platform media beragam.
Baca Juga: PECAH! Reality Club Sukses Getarkan Fandom Super Land di Bandung, Begini Keseruannya
Ceruk pemilih pemula akan cukup signifikan jumlahnya dalam momentum pesta demokrasi 2024, maka sasaran berbagai kekuatan politik termasuk Pilpres akan fokus terhadap potensi suara pemilih pemula ini.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka peluang GP pada Pilpres 2024 akan dipengaruhi berbagai faktor, termasuk “berita kemiskinan di Jawa Tengah.” Oleh karena itu, penting memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Proaktif dengan cara merespon positif tantangan isu/fakta kemiskinan di Jawa Tengah sehingga menjadi peluang, untuk berbenah dan berintrospeksi diri serta melakukan aksi nyata, termasuk menggunakan pendekatan sosiokultural dalam mengatasi masalah tanpa tendensi.
- Memaksimalkan ikhtiar setelah di usung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan direkomendasikan Presiden incumbent, serta adanya partai (@PPP) koalisi-pendukung yang sudah merapat.
- Walaupun GP sudah di usung oleh partai dengan modal cukup signifikan dengan tiket 20 persen suara, yaitu PDIP, namun syaratnya harus menggandeng sosok yang tepat sebagai calon wakil presiden atau cawapres untuk mendulang suara pemilih. Cawapres dimaksud tentu memiliki rekam jejak yang positif secara elektabilitas, aksesibilitas, dan kapasitas.
- PDIP tentu mempertimbangkan pula pendukung dari unsur kepartaian yang ada di parlemen, termasuk partai baru yang hadir di kontestasi pemilu 2024. Oleh karena itu, lobi dan kerjasama berbasis ideologi dan program strategis akan dilakukan untuk memenangkan pertarungan di ajang Pilpres, 14 Februari 2024.
- Pencapaian berupa keberhasilan atau kekalahan tahapan pemilu Presiden akan berdampak pada Pilkada serentak 27 Nopember 2024. Oleh karena itu, kemiskinan di Jawa Tengah terus diikhtiarkan untuk tidak menjadi batu sandungan bagi peluang GP sebagai cawapres pada pemilihan Presiden 2024. Wallahu’alam bisyawab. ***