Refleksi Pancasila 1 Juni: Pilpres 2024, Pesta Demokrasi Zonder Sila ke-4
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 02 Juni 2023 11:27 WIB
Sebuah prosesi ritual yang mempertemukan pemerintah sebagai “Gusti” dengan rakyat sebagai “kawula” di sebuah pasar politik yang bernama demokrasi untuk berinteraksi dan bertransaksi politik secara langsung.
Apa yang terjadi mirip-mirip dengan pementasan teater di mana pemerintah bertindak sebagai produsernya, partai partai politik dan para paslon adalah para aktor pemainnya, para pengusaha menjadi sponsornya.
Sedang rakyat sebagian jadi figuran yang berperan sebagai relawan, sebagian lagi cuma jadi penonton yang memilih pulang sebelum pertunjukkan berakhir. Itulah sejatinya praktik demokrasi liberal yang berlangsung saat ini. Demokrasi Indonesia saat ini jelas bukanlah proses politik yang berangkat dari proses permusyawaratan.
Sudah barang tentu demokrasi yang jauh dari ruh demokrasi genuine Nusantara ini tidak akan pernah mampu melahirkan wakil rakyat dan pemimpin berorientasi kerakyatan. Apalagi pemimpin yang terpimpin oleh hikmat kebijaksanaan demi kepentingan bangsa (national interest).
Pada konteks itu, Pemilu 2024 (Pileg, Pilpres, maupun Pilkada) tentu bukan hanya sekadar menyoal hal-hal remeh-temeh terkait proporsional terbuka ataupun proporsional tertutup yang sama sekali tidak esensial dan fundamental.
Lebih dari itu, persoalan yang mendasar justru terletak pada sejauh mana Pemilu 2024 merupakan pengejawantahan dari Panca Sila khususnya sila ke-empat dan ke-lima yang mensyaratkan tidak hanya terselenggaranya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi.
Pemilu saat ini tak lebih hanya sekadar prosedur demokrasi yang dilaksanakan atas nama konstitusi demi menghasilkan produk-produk yang akan mengisi jabatan legislatif, presiden, dan kepala daerah untuk menjalankan fungsi administrasi pemerintahan negara. Namun mereka pastinya bukanlah pemimpin bangsa yang akan memimpin negeri ini demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Gambaran di atas tampak terkesan sarkastik karena memang intensinya diniatkan untuk menelanjangi praktik politik yang tengah berlangsung saat ini.