Sangat Peduli Papua, Bapak Presiden Jokowi
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 30 April 2023 08:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Banyak orang yang somad (sok tahu amad) tentang Papua, nulis begana begini begono tentang Papua.
Eeeh, saya yang hidup di Papua sejak tahun 1995 saja tidak mau belagu nulis tentang Papua, apalagi sok tahu.
Saya hidup di daratan Serui. Tahu Serui, tidak? Daerah ujung tipis di Papua, yang masyarakatnya hidup di garis bawah sejak Bumi ini ada. Miskin? Sudah pasti. Tapi kami tahu cara bersyukur pada Tuhan.
Baca Juga: HOT, Antonio Dedola Talak Cerai Nikita Mirzani Lewat WA: Kamu Bebas Memulai Kehidupan Baru
Stop menulis tentang kami anak-anak Papua. Jangan lagi kalian mencari nama dengan seolah-olah berempati pada kami, tapi tidak melakukan apa-apa.
Kalian memang lebih beruntung hidup di Barat Indonesia. Senangnya bukan main, serba ada dan murah. Kalian lahir pakai dokter, kami tidak!
Kalian bisa nonton TV sejak lahir, bahkan sebelum lahir. Kami baru 5 tahun ini. Kalian bisa berjalan di aspal gagah. Kami? Syukur-syukur bukan kubangan babi.
Tahu tidak kalian, berapa harga sekarung beras 50 kg? 1 juta cuk. Puji Tuhan, kami tidak terlalu biasa makan nasi yang mewah sejak kecil.
Baca Juga: DUH, Baru Nikah 3 Bulan Antonio Dedola Minggat dari Rumah, Nikita Mirzani: Gara Gara Warganet
Beras itu makanan mewah bagi kami-kami, makanan orang-orang kaya. Kami cukup hidup dengan talas atau enau. Syukur kalau jagung lagi murah, sedikit mewahlah kami makan sekeluarga.
Tahu nggak? Kenapa rumah kami cuma bak kandang sapi kalian? Siapa yang mampu beli semen satu sak Rp 2,5 juta? Lihat uang segitu besar nggak pernah, bro. Cuma tahu baca kami di sini. Tidak terpikir mau beli semen buat rumah. Bawa semen satu sak 20 km, sudah mati duluan kami di sini.
Terus apa kami marah dengan kondisi dan ketimpangan itu? Tidak. Kami so biasa jadi anak tiri, bahkan dianggap anak boleh pungut.
Kami biasa dilupakan, meski kekayaan alam kami dikeruk sampai ke akar bumi, lalu uangnya diberi untuk kalian di Barat sana. Aspal kalian licin. Rumah kalian terang. Sekolah kalian bagus. Rumah sakit kalian mewah.
Kami dapat apa? Dapat ampas dan kerusakan dari itu semua. Kami tidak marah! Kami ikhlas berbagi sama kalian, kekayaan alam kami untuk mempercantik daerah kalian.
Kemudian hari ini daerah kami mulai dibangun rumah sakit, so ada dokter,. Sekolah so pakai sepatu. Harga beras murah. Beli semen so tak semahal berlian lagi. Jalan kami mulai lebar, tapi kalian ribut?
Apa cuma kalian yang ingin rumah sakit lengkap? Apa hanya kalian yang ingin jalan beraspal? Apa hanya kalian yang ingin makan nasi? Apa hanya kalian yang ingin pasang listrik?
Hei, kami juga! "Kami juga Manusia." Manusia Indonesia. Cukuplah kulit kami saja yang gelap, tapi daerah kami jangan ikut gelap!
Baca Juga: Megawati, Petugas Partai, dan Penguatan Party-ID
Cukup rambut kami saja yang bergelombang, jalanan kami jangan ikut bergelombang. Cukuplah kekayaan alam kami saja yang kalian keruk. Sifat kalian juga jangan macam beruk.
Ikhlaslah sedikit berbagi dengan kami anak-anak Papua, anak-anak pelosok rimba, yang juga ingin merasakan bagaimana dianggap layaknya seperti manusia.
Baru di tangan Tukang Kayu itu, yang rupanya tidaklah gagah. Badannya tidak tegap, tapi hatinya sangat mulia. Tapi kami dianggap dan dihargai. Kami disetarakan. Kami dihargai selayak manusia Indonesia.
Kami tdk kenal rupa Tukang Kayu itu, tapi hasil kerjanya, membuat kami kenal bagaimana kearifan, kebijaksanaan, keadilan, kesejahteraan yang diciptakan merata ada dalam benak kepemimpinannya, dan dia terus mencoba dengan berbuat yang terbaik untuk kami.
Baca Juga: Dituduh Pencuri oleh Nikita Mirzani Gara Gara Gelang, Antonio Dedola: Saya Polisi di Jerman!
Membangun tidaklah mudah, apalagi membangun Papua. Daerah dengan struktur alam perbukitan, meliuk-liuk dan daerah yang masih beralam brutal karena tidak terjamah pembangunan selama ini.
Semua butuh waktu. Semua butuh proses. Tapi seorang anak desa pinggiran Sungai Bengawan Solo, telah berupaya dan terus menerus berjuang untuk kemajuan kami anak-anak Papua.
Terima kasih Bapak PresidenKu. Terima kasih Bapak Presiden Joko Widodo. Tuhan pasti yang akan membalasnya. Baru di tangan Andalah, kami merasakan layaknya dianggap Manusia Indonesia.
"Salam dari Serui"
Dari anak-anak bangsa yang pernah terpinggirkan.
Oleh: Cristian Pundulay, Asli Anak Papua. ***