DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Membedah Pemikiran Denny JA tentang Kitab Suci di Pesantren Kampung Al Quran Pamijahan Bogor Jawa Barat

image
Pemikiran Denny JA Dibedah di Pesantren Kampun Al Quran di Pamijahan, Bogor, Jawa Barat.

Kerisauan itu dianggap wajar karena kita masih berharap bahwa agama, dan tentu saja kitab sucinya, memainkan peran penting di era modern sekarang, lebih dari sekadar menjadi justifikasi dari tindakan-tindakan kekerasan seperti terorisme atas nama jihad.

Empat Pendekatan

Selanjutnya Gaus menguraikan empat pendekatan yang dibuat oleh Denny JA dalam memandang posisi kitab suci di abad 21.

Pertama adalah yang dipercayai kaum fundamentalis yang menganggap kitab suci adalah konstitusi. Maka penekanannya pada halal dan haram.

Bahkan penting pula bagi mereka untuk mengimplementasikan hukumnya secara harfiah, misalnya hukuman melempar batu kepada mereka yang dianggap berzina hingga mati. Atau, hukum memotong tangan pencuri. Mereka benar-benar menjadikan kitab suci sebagai kitab hukum.

Kedua, kaum sekuler atau rasionalis yang menganggap kitab suci hanya narasi pra-sains. Keberadaan kitab suci di era sains sekarang ini dianggap janggal dan dapat menghambat kerja keilmuan yang sepenuhnya didasarkan pada riset-riset empirik, bersifat objektif, dan dapat dibuktikan.

Bagi mereka kitab suci menyumbang kepada cara berpikir anti-sains dalam masyarakat. Karena itu kitab suci menurut mereka bukan saja tidak relevan melainkan juga cukup berbahaya dalam membangun peradaban ilmu pengetahuan.

Ketiga, mereka yang memandang kitab suci sebagai wacana spiritual di mana kita bisa menggali sesuatu yang kudus bahwa di alam semesta ini setinggi-tingginya cara berpikir kita tetap ada sesuatu yang tak terjangkau, yang beyond dari realitas.

Sebab yang kita pahami hanyalah realitas yang bisa diinterpretasi menjadi fenomena, atau dikonstruksi oleh cara berpikir kita. Akan tetapi di luar itu ada realitas tak pernah kita ketahui, dan itu menjadi satu kekudusan yang indah.

Keempat, mereka yang melihat kitab suci sebagai karya sastra. Mahabarata, misalnya, menjadi kitab suci bagi mereka yang meyakininya. Tetapi bagi yang tak meyakininya pun tidak kehilangan momentum untuk menikmati berbagai ajaran moral (moral teaching), filosofi, dan kedalaman karakter manusia yang digambarkan oleh kitab tersebut.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8

Berita Terkait