73 Tahun Hubungan Indonesia dan Rusia, Kenangan Era Soekarno Sampai Investasi di Ibu Kota Nusantara
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 12 Februari 2023 14:47 WIB
ORBITINDONESIA - Indonesia dan Rusia belum lama ini memperingati 73 tahun hubungan diplomatik kedua negara yang sudah dimulai sejak tahun 1950.
Perayaan hubungan diplomatik itu turut dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Moskow, di Atrium Gostniny Dvor, dekat Lapangan Merah, Kremlin, Moskow, 2 Februari 2023, dengan mengundang pejabat dan perwakilan mitra RI di Rusia.
Hubungan yang dijalin selama 73 tahun tidaklah singkat. Sebagai perbandingan, hubungan diplomatik Indonesia dengan tetangga satu rumpun Malaysia masih jauh lebih muda, yakni berusia 66 tahun.
Oleh karenanya hubungan diplomatik Indonesia dengan Negeri Beruang Merah patut diperhitungkan dan dijaga dalam berbagai sektor, tidak terkecuali dalam sektor investasi.
Salah satu peluang investasi yang dibuka Indonesia kepada investor luar negeri adalah proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Presiden RI Joko Widodo meminta pintu investasi IKN dibuka seluas-luasnya.
Oleh karenanya menarik untuk melihat bagaimana peluang Rusia, yang kini tengah dalam situasi perang dan mendapat beragam sanksi Barat, untuk bisa berkontribusi pada pembangunan IKN melalui skema investasi.
Hanya, sebelum masuk pada pembahasan peluang investasi Rusia di IKN, ada baiknya menilik kembali sejarah hubungan Indonesia dengan Rusia. Sejarah ini perlu diulas karena di masa lalu Rusia yang dulunya Uni Soviet, juga pernah terlibat dalam pembangunan Ibu Kota Jakarta.
Hubungan baik antara Indonesia-Rusia tidak bisa lepas dari sejarah bagaimana hubungan itu dibangun, yakni pada era kejayaan Uni Soviet (sebelum runtuh dan menjadi Rusia).
Di era kemerdekaan dulu, terlepas dari gejolak perang dingin terkait ideologi dan kebijakan politik yang dianut Uni Soviet kala itu, hubungan antara Indonesia dan Uni Soviet sangatlah erat bak dua saudara, yang ditunjukkan oleh persahabatan Presiden pertama RI Sukarno dengan pemimpin Uni Soviet kala itu Nikita Khrushchev.
Dalam perjalanannya, sebagai dikutip buku memoar “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” karya Cindy Adams, Bung Karno mengaku lebih senang namanya ditulis Sukarno ketimbang Soekarno yang merupakan ejaan kolonial), berhasil membuat Uni Soviet memberikan pinjaman lunak bagi Indonesia untuk pembangunan sejumlah infrastruktur di Ibu Kota Jakarta.