Presiden Jokowi Diharap Terus Lindungi Industri AMDK dari Persaingan Tidak Sehat
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 12 Februari 2023 10:38 WIB

“Karena itu, mengingat banyaknya fakta di lapangan seperti ini, termasuk yang terjadi di industri AMDK, seharusnya keluar Perpres yang memberikan kewenangan penuh kepada KPPU untuk memecahkan persoalan itu,” katanya.
Persaingan usaha yang terjadi di industri AMDK ini berawal dari munculnya sebuah lembaga masyarakat yang menamakan dirinya Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL).
JPKL yang diketuai Roso Daras yang tiba-tiba mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melabeli ‘Berpotensi Mengandung BPA’ terhadap kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC) pada pertengahan tahun 2020 lalu.
Mereka beralasan kemasan galon ini tidak baik untuk kesehatan anak-anak. Sayangnya, tak ada satu bukti pun di masyarakat yang mendasari tuntutan mereka.
Baca Juga: Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Dirikan 437 Rumah Keadilan Restoratif
Namun, sungguh aneh jika lembaga yang katanya fokus kepada isu kesehatan lingkungan, sama sekali tidak bersuara mengenai isu kesehatan sirup obat batuk yang mengandung zat kimia berbahaya EG dan DEG, yang sudah jelas-jelas ada data kematiannya di Kemenkes.
Lembaga lainnya juga sama gigih menyoroti wacana pelabelan ‘Berpotensi Mengandung BPA’ adalah FMCG Insights yang diketuai Muhammad Hasan.
Lembaga ini juga sangat gigih meminta BPOM untuk melabeli ‘Berpotensi Mengandung BPA’ terhadap galon guna ulang dengan alasan yang sama dengan yang disampaikan JPKL.
Dan akhir-akhir ini lembaga yang menamakan diri sebagai Zero Waste Management Consortium yang digawangi Amalia S. Bendang dari Koalisi Pejalan Kaki yang diketuai Alfred Sitorus juga ikut-ikutan menyuarakan hal serupa.
Namun, lagi-lagi semua lembaga-lembaga yang tadinya sangat gigih menyatakan diri sebagai pendukung kesehatan masyarakat ini, tidak ada suaranya di media di saat merebaknya kasus kesehatan sirup obat batuk yang jelas-jelas telah menyebabkan kematian ratusan anak di Indonesia.
Banyak pihak yang mengendus wacana pelabelan BPA free yang kini diganti namanya menjadi “berpotensi mengandung BPA” terhadap galon guna ulang hanya merupakan bagian dari persaingan usaha dari industri sejenis.
KPPU salah satu yang mengendus hal ini. Komisioner KPPU, Chandra Setiawan, melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.