DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

3 Contoh Puisi Hari Radio Nasional yang Mengandung Makna Dalam dan Mengharukan

image
Ilustrasi 3 contoh puisi bertema Hari Radio Nasional.

ORBITINDONESIA - Hari Radio Nasional yang diperingati setiap 11 September 2022 dirayakan masyarakat Indonesia dengan beragam cara.

Salah satu cara untuk membuat Hari Radio Nasional pada tahun ini meriah adalah dengan menulis atau membaca puisi yang terkait dengan radio.

Lantas, bagaimana contoh puisi yang bertema tentang Hari Radio Nasional?

Berikut contohnya yang dapat dijadikan sumber inspirasi:

Baca Juga: Pembalap Berdarah Indonesia Akan Gantikan Sebastian Vettel di F1 GP Italia

Contoh Puisi 1:

Melukis berjuta rasa ketika suara merdu kudengar dari radio

Bergema melebur menjadi suatu untaian yang melewati ribuan kilometer

Tapi tetap mengudara dengan suara lembutnya

Terjalin satu membalut kerinduan akan suara merdu

Yang merasuk dalam jiwa

Akankah ini terus menggemgam hati kala suara itu akan berhenti

Akan ada kerinduan

Tuk menanti suaramu mengudara….

Kini saatnya aku menaburkan kerinduanku saat suaramu tak terdengar lagi

Membasuh jiwa yang terjuntai karena rindu

Masih adakah suaramu akan mengudara lagi???

Aku rindu…..

Tapi penantianku tak berujung sudah

Tak ada lagi suaramu tak ada lagi desahmu

Kau menghilang begitu saja

Seperti ditelan bumi….

Kini hanya kenangan bagiku

Suaramu,desahmu dan tawamu, masih terpatri

Menggenggam hati begitu erat sampai rasa ini tak pernah berhenti

Aku masih merindu

Sampai meminta tangis yang begitu kuat

Akhirnya membatu …

Kini hanya kepasrahan untuk menantimu…

Bersuara lagi di udara…aku menantikanmu….

Baca Juga: Manusia Tanpa Agama: Manusia Bisa Hidup Maju dan Sejahtera Tanpa Agama


Contoh Puisi 2:

Kuning temaram lampu meja meringkuk di sudut kamar

Di sisinya, tembang lagu kenangan samar-samar

mendayu merdu dan terbata-bata dari bibir radio tua milik ibu

yang resah dan lelah namun tak mau menyerah.

Dengan terengah-engah ia setia menyampaikan kata-kata para penyair di balik penyiar yang suaranya resah dalam ketelanjangan di telinga para pendengar

Banyak kata tanpa tanda baca telah sirna di antara kita.

Tawamu, atau hamparan pasir putih yang menolak dicium ombak,

atau puisi-puisi tersesat yang entah ke mana harus mencari alamat penulisnya.

Kelak jika kau kembali dalam rupa pesan pendek di ujung getaran telepon genggamku

akan kuselipkan puing-puing puisi ini.

Puisi yang tercipta dari untaian kata yang tertinggal

di sepasang kursi pesawat waktu kita duduk bersama

dan menertawakan kepedihan yang tumbuh di kepala masing-masing.

Baca Juga: Mendikbud Bakal Rombak Skema SNMPTN, Tidak Lagi Pakai Jurusan SMA, Simak Ketentuannya di Sini

Contoh Puisi 3:

Aku nyaris menghabiskan malam-malamku di depan mata radio dan

mendapati diriku tersesat dalam lamunan tentang bagaimana cara kita bersua.

Tiba-tiba, sehelai bulu mata menjatuhkan tubuhnya di beranda pipiku.

"Itu pertanda seseorang merindukanmu, Nak."

Kata ibu yang sedang marajut senyum pada bibirnya di sudut meja makan.

Ah, kukira ibu bercanda.

Aku sedang terjebak dalam ruang penuh kata rindu namun tak kudapati sehelai pun bulu matamu runtuh.

Atau kau yang tak pernah membiarkannya memberi tanda

bahwa aku sedang tak mampu menahan rindu?

Astaga! Rindu?

Kau bahkan tak mau mendengar kata itu.

Enyah saja! Katamu.

Aku ingin menjadi layar telepon genggam yang dapat membaca matamu setiap saat, atau tembang lagu-lagu kenangan di radio yang menemanimu menikmati malam yang kau idam-idamkan sepanjang siang.

Aroma tubuhmu dan sisa-sisa tawa yang kau tinggalkan menggenggam tanganku dengan erat, menemaniku berjalan menyusuri kota tua di pinggir pantai tiap pukul lima sore, lalu menutup hari dengan mengucapkan salam perpisahan pada sepotong senja yang menenggelamkan dirinya dalam pelukan samudra, sedang diriku jatuh dalam pelukan kenangan tentang kita.***

Berita Terkait