Syaefudin Simon: Ateisme dan Tuhan Impersonal
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 16 Januari 2023 11:09 WIB
ORBITINDONESIA - Adakah orang ateis? Tidak ada! Menurut filsuf Dr. Haidar Bagir, dalam Quran, Allah tak pernah menyatakan tentang ateisme.
Dalam Quran, yang ada adalah musyrik dan kafir. Musyrik adalah orang yang menyekutukan Tuhan dengan lainnya. Orang yang minta pertolongan kepada jin atau syetan disebut musyrik. Orang yang menghamba kepada selain Allah adalah musyrik.
Dalam konteks regulasi ruh, minta pertolongan kepada jin/setan, menjadikan ruh orang bersangkutan -- yang semula manusia (makhluk dengan derajat tertinggi) -- akan terdegradasi menjadi ruh jin atau setan (mahluk yang derajatnya rendah). Hal itu terjadi karena ada kerjasama yang terlarang.
Baca Juga: Kontrak Teja Paku Alam Diperpanjang, Bobotoh Singgung Peran Pelatih Kiper Persib Luizinho Passos
Begitu pula orang yang menghamba total kepada raja, ulama, dan selain Allah. Kemerdekaannya sebagai manusia akan hilang. Ini artinya, derajat kemanusiaannya, terdegradasi.
Tuhan menghendaki manusia itu berkembang dengan akal pikirannya. Jadi kemusyrikan itu terlarang karena menjatuhan derajat manusia itu sendiri.
Lalu bagaimana dgn kafir? Kafir adalah sebuah sikap menutup diri terhadap keberadaan Tuhan, Al-Haq, Al-Adl, Al-Mulk, dan lain-lain (sifat Allah yang sempurna).
Kafir artinya menutup (to cover) diri. Dengan demikian, orang kafir adalah orang yang menutup diri dari kenyataan.
Secara berseloroh, aku tulis di wall FB-ku, salah satu ciri orang kafir adalah tidak mengakui keberhasilan kinerja Presiden Jokowi. Ia melihat apa pun yang dilakukan Jokowi pasti salah. Sikap seperti itu ciri orang kafir. Karena faktanya, kinerja Jokowi untuk Indonesia luar biasa.
Terus ateis? Tak ada orang ateis. Karena fitrah manusia itu bertuhan. Quran menyatakan, ketika ruh ditempelkan pada jasad manusia, ia sudah mengakui keberadaan Tuhan.
Di Quran tak ada kata ateisme. Firaun, mengaku Tuhan dan menegasikan keberadaanNya karena kesombongan belaka. Sejatinya Firaun mengakui keberadaan Allah. Kesombongannyalah yang menjadikan Firaun menegasikan eksistensi Allah.
Di akhir hayatnya, menurut Ibnul Arabi, Firaun bertobat. Dan tobatnya diterima Allah. Jadi Firaun bukan seorang ateis.
Baca Juga: BRI Liga 1: Prediksi dan Link Streaming Rans Nusantara Melawan PSIS Semarang Duel Tim Bermasalah
Bagaimana dengan Stephen Hawking yang tidak mempercayai Tuhan, tapi mempercaya prinsip keteraturan universe atau hukum alam? Hawking bukan ateis. Hukum Alam adalah manifestasi Tuhan.
Dalam buku Conversation With God, karya Neale Donald Walsch, Tuhan berkata: Kalau anda tak mau menyebut Aku Tuhan atau Allah, sebutlah Keadilan, Kemanusiaan, Cinta Kasih, Hukum Alam -- itu semua adalah namaKu.
Dengan demikian para ilmuwan hakikatnya adalah nabi-nabi dan utusan-utusanKu. Einstein adalah Nabi. Edison adalah Nabi. Hawking adalah Nabi. Masih banyak nabi ilmuwan yang lain.
Einstein ketika ditanya Rabbi Herbert S. Goldstein dari The Institutional Sinagoge di New York tentang Tuhan menyatakan:
Baca Juga: Berikut ini Daftar Nama KP dan KBP Kongres Luar Biasa PSSI Telah Ditetapkan
"Saya percaya pada Tuhan-nya Spinoza yang menampakkan diri-Nya dalam harmoni keteraturan atas keseluruhan yang ada. Bukan sosok Tuhan yang menyibukkan diri-Nya dengan nasib dan tindakan-tindakan manusia”.
Kata Dr. Haidar Bagir, ada dua macam iman kepada Tuhan. Pertama iman personal (menganggap Tuhan sebagai sosok yang serba maha). Kedua iman impersonal (menganggap Tuhan sebagai hukum alam yang mengatur keseimbangan universe, ada di mana pun).
Umumnya agama Semit (Islam, Kristen, Yahudi) lebih menekankan pada iman personal. Tuhan dipercaya sebagai sosok. Sebagai pribadi. Sebagai Person.
Sedangkan agama-agama Hindustan dan Asia Timur, penekanannya pada iman impersonal. Tuhan ada di mana-mana. Di setiap titik air hujan, di setiap butir pasir di gurun, dan di setiap entitas mikro dan makro.
Baca Juga: Hanri Setiadi Sosok Polisi yang Pernah Viral Tak Gentar Melawan Habib Rizieq Meninggal Dunia
Sidharta Gautama dan Jalaluddin Rumi -- juga Einstein dan Hawking -- adalah contoh orang yang lebih memahami Tuhan secara impersonal. Rumi memahami Allah sebagai Cinta Kasih. Einstein memahami Allah sebagai Harmoni Hukum Alam.
Tentu saja, syariat beriman impersonal berbeda dengan beriman personal. Nabi Muhammad menyatakan berzikir mengkaji ilmu pengetahuan pahalanya lebih besar dari salat seribu rakaat.
Itulah ibadah kaum beriman impersonal. Amalan terbaik bagi manusia, kata Mirza Ghulam Ahmad, adalah mencari ilmu dan menuliskannya.
Dengan demikian, kata Haidar Bagir, bukan tidak mungkin orang yang kita tuduh sebagai ateis, hakikatnya lebih beriman dari kita.
Baca Juga: Yenny Wahid: NU Harus Relevan dengan Zaman dan Melayani Masyarakat
Orang ateis yang humanis dan banyak berderma, misalnya, sesungguhnya dia lebih beriman ketimbang orang yang mengaku beragama tapi suka menyebarkan kebencian dan teror.
Dalam surat Al Quran disebutkan orang yang salat tapi tidak peduli anak yatim, tempatnya di neraka wail. Kenapa? Ia telah mendestruksi kemanusiaan.
Seorang pelacur yang memberi minum anjing kehausan di tengah gurun, masuk sorga. Kenapa? Pelacur itu telah menyelamatkan anjing sebagai spesies yang merupakan bagian ekosistem universe.
Pinjam David Suzuki, bunga yang mekar di hutan Kanada, berpengaruh terhadap perubahan iklim di Eropa. Dalam konsep beriman pada Tuhan Impersonal, manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan ekosistem universe.
Itulah sebabnya ada ayat Qur'an yang menyatakan, jika anda membunuh satu manusia tidak bersalah, dosanya sama dengan membunuh seluruh manusia.
Dan sebaliknya, jika anda menyelamatkan seorang manusia, pahalanya sama dengan menyelamatkan seluruh umat manusia.
Dalam krisis Bay of Pigs atau Teluk Babi (Kuba), 1961-1962, Nikita Khrushchev misalnya, mengalah pada ancaman Kennedy (untuk membongkar silo-silo rudal nuklirnya di Kuba), agar tidak terjadi perang nuklir.
Ketika Nikita Khrushchev ditanya wartawan -- kenapa mengalah pada tekanan John F Kennedy, ia menjawab demi mencegah perang nuklir dan perang dunia ketiga.
Baca Juga: Porseni NU Bikin Warga Kota Solo Peroleh Manfaat Ekonomi
Akal pikiran saya, ujar Khruschev, menunjukkan lebih baik mengalah pada Amerika dari pada terjadi perang nuklir yang membahayakan dunia. Di sini terlihat Khrushchev yang ateis lebih beriman ketimbang Kennedy yang Katolik.
Tampaknya, pendekatan iman impersonal lebih mendamaikan dan memajukan peradaban manusia di muka bumi ketimbang pendekatan iman personal.
Fisikawan dan matematikawan di seluruh dunia -- misalnya -- bekerjasama untuk menemukan hal-hal baru yang bermanfaat untuk manusia tanpa melihat apa agamanya.
Peluncuran satelit ke planet Mars dan pembuatan stasiun angkasa luar merupakan bukti kerjasama para ilmuwan tadi. Mereka bekerja atas nama Tuhan yang impersonal.
(Oleh: Syaefudin Simon, kolumnis)