Pendidik dan Pemahaman Agama, Terkait Kasus Pemaksaan Jilbab
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 11 Agustus 2022 02:39 WIB
ORBITINDONESIA - Saya sebenernya bingung dan lebih ke arah miris sih sebetulnya, kok ada kepala sekolah dan guru2 yang nggak bisa membedakan antara "pertanyaan yang wajar/lumrah" dan "pertanyaan yang mengintimidasi" kepada murid2nya?
"Kenapa belum memakai jilbab?"
"Kamu muslim, kenapa tidak memakai jilbab?"
"Loh kamu khan muslim, kenapa belum memakai jilbab?"
Kalimat2 di atas adalah contoh pertanyaan2 yg mengintimidasi, bukan pertanyaan yg lumrah/wajar.
Baca Juga: Joe Biden Tandatangani Dokumen Ratifikasi AS Tentang Keanggotaan NATO Untuk Swedia, Finlandia
Pertanyaan ini tidak wajar diucapkan oleh seorang guru kepada guru lain, apalagi diucapkan oleh seorang guru kepada muridnya.
Kalau pertanyaan itu diterima oleh sesama guru, maka bisa dikatakan itu pertanyaan nyinyir.
Tapi kalau diterima oleh siswi, pertanyaan itu merupakan tekanan atau intimidasi, karena hubungan guru dan murid ada relasi kuasa di sana.
Tugas pendidik selain memberikan ilmu pengetahuan (matematika, fisika, kimia, bahasa dsb) adalah mengajarkan kedisiplinan, moralitas dan kemanusiaan yang universal, bukan memaksakan pemahaman agama.
Baca Juga: Riset Ilmiah: Orang Ternyata Memilih Teman yang Baunya Sama Seperti Mereka
Kedisiplinan, moralitas dan kemanusiaan yang universal itu tidak terkait dengan agama, misalnya:
1. Selalu tepat waktu pada setiap kegiatan sekolah.
2. Mengerjakan tugas2 dengan baik.
3. Sopan santun terhadap orang yang lebih tua.
4. Welas asih kepada orang lain.
5. Membantu orang yang kesusahan.
....deesbe deesbe.
Baca Juga: Robert B Reich: Beyond Outrage, Apa yang Salah dengan Ekonomi dan Demokrasi Kita
Kalaupun berbicara tentang agama, bahkan untuk hal yg wajib sekalipun, ya pendidik boleh saja mengingatkan.
Misalnya:
"Anak2 sudah masuk waktu sholat ya." ?
"Kenapa kamu gak sholat?" ?
Pemakaian jilbab itu hal yg masih ada perbedaan pemahaman, artinya masing2 orang bisa berbeda pemahaman atas pemakaian jilbab.
Ada yg memahami bahwa dia harus pakai jilbab panjang, ada yg cukup pakai jilbab pendek, ada yg cukup pakai kerudung dan ada juga yang tidak memakai jilbab. Ini semua benar.
Baca Juga: Satupena Akan Diskusikan Karsa Bung Hatta untuk Bangsa, Dalam Hal Demokrasi dan Intelektualisme
Kalau anda sebagai pendidik memakai jilbab panjang, biarlah itu menjadi pemahaman anda sendiri. Bukan untuk ditanyakan kepada orang lain ataupun murid2 anda.
Lagipula, kalau jilbab merupakan kewajiban yang wajib jib jib banget harus dilakukan, kenapa nggak masuk rukun Islam? Ya nggak sih?
Masih banyak tugas sebagai pendidik yg harus dilakukan, nggak perlu kayaknya menambah diri sendiri dengan tugas menjadi ustad/ustadzah. Biarkan tugas membimbing tentang pemahaman agama dilakukan oleh orang tua atau wali murid.
???? kalau guru agama khan mengajarkan ilmu agama, masak nggak boleh?
Baca Juga: Deplu AS Setujui Penjualan Pertahanan Rudal Senilai 5 Miliar Dollar untuk UAE dan Arab Saudi
Ya boleh dong mengajarkan ilmu agama, apalagi kalau mengajarkan agama dengan segala perbedaan pemahaman terhadap isu2 keagamaan. Ini keren banget.
Tapi biarkan murid2 memilih keyakinannya atas perbedaan pemahaman tersebut tanpa harus memaksakan pemahaman anda walaupun menurut anda itu adalah kebaikan.
Bahkan saya yg niatnya tulus mencintai Pevita aja, nggak pernah memaksakan cinta saya kepada Pevita kok...padahal mencintai dengan tulus adalah suatu kebaikan loh...
Eeeeaaaa....
Oleh: Novizal Khan ***