Bahaya Populisme Islam dalam Politik Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 19 Juli 2022 03:28 WIB
(Catatan dari Disertasi Usman Kansong yang dipertahankan di FISIP UI, Senin, 18 Juli 2022).
Oleh: Syaefudin Simon, Kolumnis
Umat terbelah. Publik tertekan. Pendukung Ahok terintimidasi. Ahok dicap penista agama. Ahok adalah kafir. Ahok haram jadi gubernur Jakarta. Itulah suasana kampanye Pilkada DKI 2017 lalu.
Betapa tidak! Spanduk bertebaran di masjid dan mushala dengan tulisan mengancam. Siapa yang pilih Ahok, jika mati mayatnya haram disalatkan. Orang Islam haram memilih orang kafir dan penista agama untuk menjadi pimpinan daerah.
Begitulah strategi kampanye Anies-Sandi dalam Pilkada DKI 2017. Hasilnya, Anies-Sandi menang. Mengalahkan Ahok-Djarot.
Baca Juga: Ratusan Siswa Miskin Terancam Putus Sekolah di Depok, DKR Minta Ridwan Kamil Segera Turun Tangan
Memberitakan kemenangan Anies-Sandi, koran USA Today menulis: Pemilih Muslim Memecat Gubernur Jakarta yang Kristen." Majalah The Economist, mengulas Pilkada DKI dengan judul The Puzzle of Political Islam. Sedangkan Al- Jazeera, menyimpulkan sentimen Islam menjadikan Anies-Sandi menang.
Usman bercerita, saat mewawancarai Anies, ia menanyakan, kenapa berkampanye dengan mengusung populisme Islam?
Kenapa Anies tidak berkampanye seperti Richard Nixon saat melawan JF Kennedy atau McCain saat melawan Obama? Keduanya menghindari kampanye populisme demi mencegah polarisasi publik AS.
Catatan, saat itu, Nixon yang Protestan -- mayoritas di AS -- bisa saja memukul telak Kennedy yang Katolik, agama minoritas di sana dengan strategi kampanye populisme. Tapi Nixon tidak melakukannya demi mencegah keterbelahan rakyat.