DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

CERPEN Syaefudin Simon: Menikah

image
Ilustrasi Menikah

ORBITINDONESIA - Aku pernah diberi tahu temanku, seorang filsuf: "Kesalahan terbesar hidupmu adalah kamu menikah!"

Apa? Aku terkejut. Menikah adalah kesalahan? Sergahku.

Orang sepertimu butuh kesendirian. Butuh keheningan. Imajinasimu tentang kesempurnaan manusia terganjal oleh wanita yang kau nikahi. Wanita itu egois. Ingin mendominasi. Merasa benar. Menyepelekan orang sepertimu. Wanita akan sulit memahami jalan pikiranmu. Aku tahu itu sebelum kau menyatakannya, ujarnya.

Baca Juga: Reiner Manopo Pinang Sang Kekasih Jadi Istri Pakai Mahar Skuter Vespa Jadul

Kau tahu dari mana?

Ini jagad medsos. Aku tahu dari trit-trit kamu di FB. Sesekali kau memuja istrimu di sosmed. Tapi itu pujaan yang getir. Aku bisa merasakannya. Bukan dari narasi. Tapi dari suara hatimu yang terdalam di balik teks-teks itu.

Lagi-lagi aku terdiam. Betulkah wanita menghambat imajinasi? Betulkah lelaki yang menikah sulit menggapai langit.

Filsuf temanku yang aneh itu melanjutkan narasi verbalnya.

Baca Juga: Tak Tahu Diri! Didampingi Selama Sakit, Pria Ini Justru Selingkuhi Istri Setelah Sembuh

Kamu seharusnya cukup beristri dalam angan. Tak perlu istri dalam kenyataan. Contohlah Khalil Gibran. Ia menulis surat cinta yang sangat indah kepada May Ziadah, istri khayalannya.

Ia menulis imajinasinya tentang kesempurnaan wanita tanpa hambatan. Karena kesempurnaan wanita seperti ditulis Gibran memang tak pernah ada dalam kenyataan.

Ha? Aku menatap mata temanku. Heran dengan kata-katanya yang menggetarkan jantungku.

Aku jadi teringat kisah para rasul. Kenapa Jesus diangkat demikian tinggi oleh Tuhan?
Karena Jesus tak punya istri. Imajinasi Jesus tidak terhambat oleh tubuh dan senyum wanita-wanita yang tidak tulus.

Baca Juga: Nikmati Diskon Hingga 90 Persen Pakai Kode Promo Gojek Terbaru untuk Layanan GoRide, GoCar, juga GoFood

Jesus tak pernah merasakan suara wanita yang menuntutnya. Tak ada wanita yg memojokkannya. Jesus hanya tahu kamahasempurnaan Tuhan.

Dan Ia mencoba merasakannya. Seandainya Jesus punya istri, tak mungkin Ia menjadi manusia terbaik seperti tertera dalam kitab suci.

Aku pikir, apa yang dikatakan Socrates keliru. Filsuf Yunani itu berkata -- nikahlah kau akan bahagia. Jika gagal, kau akan jadi filsuf.

Dan kebanyakan para pemikir menjadi filsuf karena ternyata istri tak membawa kebahagiaan. Rupanya Jesus lebih bijak ketimbang Socrates. Ia tak menikah. Jesus tahu menikah tak akan membuat manusia bahagia.

Baca Juga: Singapura Siap Siap, Presiden Jokowi Mau Ambil Alih

Filsuf kentir itu melanjutkan kata-kata anomalisnya. Ia kembali meracau.

"Betulkan, istrimu yang konon cantik itu hanya menyebabkanmu menjadi filsuf?" Ia menyindirku.

"Tapi aku kan tetap serumah dan statusnya suami istri," kataku.

Bro jangan bicara status. Status adalah sumber kepalsuan. Jangan bicara hidup seatap. Hati manusia tak pernah berada dalam satu atap!

Baca Juga: Yang Sedang Butuh Pekerjaan di Kalimantan, Ada Lowongan Kerja di PT Virama Karya Butuh Co Team Leader

"Ikrar kesetiaan di masjid atau gereja itu bohong. Tak ada pernikahan untuk mengikat kesetiaan. Ikatan di antara mempelai hanya kepentingan yang absurd. Kau merasakannya 'kan?".

Sudah. Sudah. Pergilah wahai filsuf kentir. Aku tak butuh komen dan nasihatmu. Aku akan berjalan dengan pikiranku. Bukan dengan imajinasimu.

Oke aku mau pergi. Tapi camkan kata-kataku sebelum aku meninggalkanmu, ujarnya.

Nikahlah. Selingkuhlah. Kalau bosan, nikah lagi. Kalau jenuh, hiduplah sendiri! Lalu pergilah ke hutan. Cari tempat yang sepi. Menyendiri.

Baca Juga: Bongkar Data: Betulkah Jateng Provinsi Termiskin

Dalam kondisi stres dan depresi, menulislah seperti Imam Ghazali. Nanti kau akan menghasilkan sebuah karya masterpiece seperti Ihya Ulumuddin.

Jika dulu sumber tulisan Imam Ghazali adalah hadis dan kata-kata mutiara dari Arabia dan Persia, sekarang sumber tulisanmu lebih melimpah. Ada google, Facebook, koran online, dan lain-lain. Manfaatkan artificial Intelligence untuk menulis buku-buku filsafat dan sastra.

Tak lama kemudian, filsuf kentir itu pun pergi. Lalu menghilang di balik pohon mangga samping masjid dekat rumahku.

Sepeningal sang filsuf, tetiba aku jenuh dengan kehidupan. Aku merasa hidup ini tak berharga. Betul, kata si filsuf, pernikahan itu membuatku stres. Aku lelah.

Baca Juga: Sodetan Ciliwung Selesai April, Banjir di DKI Jakarta akan Berkurang Drastis

"Mas Agam, Sri ada di sampingmu. Aku adalah kekasih abadimu. Jangan sedih. Ingat 'kan? Hidup di dunia sebatas mampir ngombe. Aku selalu menunggumu".

Aku kaget. Sri...Sri.. aku melek atau mimpi sekarang ini? Tanyaku pada Sri yang berdiri telanjang di depanku.

"Mas Agam, melek atau mimpi sama saja. Kelak kita akan hidup di realitas imajinasi. Yang tak membedakan mana fakta dan mana fiksi." Ujar Sri yang telanjang bulat itu. Pentil magganya kelihatan merah kecoklatan.

Tetiba Sri memelukku. Ia tidur di pangkuanku. Aku bahagia sekali bisa bertemu dalam mimpi.

Baca Juga: KAESANG PANGAREP Mengutarakan Ingin Terjun ke Politik, Jokowi KAGET

"Pak Agam jenengan sudah siuman," tetiba seorang pria berbaju putih berbisik di telingaku.

Kulihat di sebelahku ada dokter dan perawat sedang memeriksa infus di tanganku.

"Pak Agam, tadi jenengan ditemukan pingsan di bawah pohon mangga samping masjid Al-Ikhlas di Sewon, Bantul," ucap perawat. "Tampaknya Pak Agam kesambet!"

(Oleh: Syaefudin Simon) ***

Berita Terkait