Seribu Payung Hitam dan Sisanya Rindu, Film Layar Lebar Pertama Berdasarkan Puisi Esai
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 08 Desember 2022 07:03 WIB
Kisah dalam puisi esai memang potensial untuk diangkat ke layar lebar. Dibandingkan dengan puisi biasa, puisi esai ini memang mengembangkan drama fiksi dengan karakter tokoh, dan plot, yang dituliskan secara puitis.
Kisah dalam puisi esai pun selalu berdasarkan peristiwa sebenarnya yang difiksikan. Dengan sendirinya publik luas menyimpan memori kolektif tentang isu yang diangkat dalam puisi esai.
Di tahun 2012, Hanung Bramantyo membuat lima film berdasarkan lima puisi esai saya. Namun saat itu, film yang dibuat berdurasi 45 menit untuk tujuan sosialisasi gerakan Indonesia Tanpa Diskriminasi.
Lima film itu bukan untuk layar lebar di bioskop. Para dosen acapkali memutarkan film itu untuk kelas humanity studies. Para aktivis memutarkan film itu sebagai awal diskusi isu diskriminasi di Indonesia.
Baca Juga: BRI Liga 1 : Brace Da Silva Bawa Persib Benamkan Persik Kediri di Dasar Klasemen
Kini Seribu Payung Hitam dan Sisanya Rindu dibuat memang untuk film layar lebar yang akan diputar di bioskop komersial. Ia membuka pintu bagi puisi esai lainnya untuk juga diangkat ke layar lebar.
Film ini dalam rencana akan diikutkan dalam festival di dalam dan luar negeri. ***