Seribu Payung Hitam dan Sisanya Rindu, Film Layar Lebar Pertama Berdasarkan Puisi Esai
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 08 Desember 2022 07:03 WIB
Cerita asli puisi esai ini mengenai seorang perempuan muda yang menunggu suaminya yang hilang dalam peristiwa 1998. Suami menjanjikan pulang di hari kamis, entah kamis minggu ini, atau kamis sepuluh tahun lagi, ujarnya sambil bergurau.
Setiap kamis perempuan muda ini menunggu suaminya di stasiun kereta, berminggu, berbulan, hingga bertahun-tahun. Namun suaminya tak kunjung pulang.
Perempuan ini akhirnya pindah ke Jakarta. Ia bergabung dengan aksi kamisan dengan payung hitam, sesama warga yang kehilangan keluarganya masing-masing.
Skenario dalam film ini mengembangkan topiknya. Aksi kamisan dengan payung hitam ini tidak di Jakarta tapi di daerah lain yang terinspirasi oleh aksi kamisan di Jakarta.
Baca Juga: Simak Sejarah Hari Ibu di Indonesia, Jadwal Peringatan, Tujuan, dan Dasar Hukumnya
Keluarga yang hilang dalam film ini juga bukan karena peristiwa politik. Tapi mereka hilang karena konflik sumber daya pertanahan, air dan lingkungan hidup.
Sebuah perusahaan multi nasional merebut tanah dan sumber daya alam rakyat banyak secara paksa. Mereka yang melawan banyak yang kemudian hilang, tak kunjung kembali.
Ini kisah gabungan antara isu lingkungan hidup, perjuangan perempuan dan kisah cinta.
Sudah banyak film layar lebar yang dibuat berdasarkan novel atau cerpen. Namun sangatlah jarang film dibuat berdasarkan puisi. Ini film layar lebar pertama yang dibuat berdasarkan puisi esai.
Baca Juga: BRI Liga 1 : Brace Da Silva Bawa Persib Benamkan Persik Kediri di Dasar Klasemen