Puisi Esai Denny JA: Gerakan Reformasi dan Nyawa Nyawa yang Melayang
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 02 Desember 2022 09:24 WIB
Menutupi sejarah kelam berarti justru menyia-nyiakan pengorbanan mereka-mereka yang tak seharusnya kehilangan nyawa.
Tak ada alasan apa pun yang bisa dijadikan dasar penghilangan nyawa manusia. Karena itu, tak ada alasan pula untuk tidak mengambil pelajaran dari nyawa-nyawa yang hilang tersebut.
Bagaimana Denny JA mengemasnya menjadi pelajaran bagi kita? Ia memiliki senjata penting bernama puisi esai. Seperti disebutnya, puisi esai menjadi cara bertutur baru dalam mendokumentasikan kisah true story itu.
Baca Juga: Cek Alur Pendaftaran Rekrutmen BUMN Batch 2 FHCI, Desember 2022
Fakta-fakta mengerikan itu. Berbeda dengan penulisan sejarah atau jurnalisme, puisi esai menambahkan drama dan fiksi.
Gabungan dari olah fakta dan fiksi dramatik memungkinkannya menyajikan catatan sejarah dan sekaligus menghadirkan narasi pembelajaran penting dari sejarah tersebut.
Mengapa diperlukan fiksi untuk mengisahkan true story? Bagi Denny, sepotong sejarah akan lebih mudah diingat, lebih menyentuh jika dikisahkan melalui drama yang menyentuh.
Racikan inilah yang menurut Isbedy Stiawan ZS menjadi kekuatan buku ini. Denny JA “seperti memiliki '100 mata' untuk melihat, mengamati, sekaligus menentukan sudut yang pas untuk menulis kisah-kisah dramatik tersebut.” ('Konflik Balinuraga' dalam Puisi Esai Denny JA).
Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN Desember 2022 Batch 2, Jangan Sampai Ketinggalan, Cek Ketentuan Umumnya
Konflik dan kerusuhan itu adalah pengalaman traumatik, bukan hanya bagi korban, namun juga bagi aktor dan pelaku.