Bangkitnya Klan Marcos di Filipina, Pelajaran untuk Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 05 Juli 2022 02:33 WIB
Kepada mereka, Bongbong menggambarkan diri sebagai tokoh yang pro-perubahan. Bongbong menjanjikan kebahagiaan dan persatuan. Ini seperti angin surga di Filipina.
Rakyat Filipina sudah lelah selama bertahun-tahun oleh polarisasi politik dan kesulitan pandemi. Rakyat yang susah haus akan cerita yang lebih baik, walaupun cerita itu penuh tipu.
Padahal, Bongbong hanya berbicara sedikit tentang detail kebijakannya saat berkampanye. Yang diomongkan Bongbong juga daftar janji yang biasa-biasa saja.
Baca Juga: Representasi Kulit Hitam dalam Ruang Literasi
Bahkan sebagian besar cuma melanjutkan kebijakan Presiden Duterte. Sebetulnya tidak ada yang baru.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Evi Fitriani, pun berkomentar. Evi menilai, kemenangan Bongbong bisa terjadi karena sistem demokrasi yang belum matang.
Budaya politik di Filipina belum menunjang sistem demokrasi. Hal ini terlihat dari orang yang memilih hanya karena uang, hubungan pribadi, atau persona pribadi si kandidatnya.
Di Filipina, klan-klan keluarga yang kaya mendominasi kongres serta partai politik. Hal ini sudah terjadi sejak zaman dulu, seperti keluarga Aquino dan Marcos.
Baca Juga: Beli Hewan Kurban tidak Perlu Repot, Lewat Toko Online Ini Juga Bisa
Jadi walau diktator Marcos sudah dijatuhkan, proses hukumnya tidak tuntas. Malahan dalam waktu lima tahun, keluarga Marcos bisa come back. Bongbong bisa memulai karir politik lagi.
Ia mulai dari jabatan gubernur, anggota senat, dan lalu terpilih jadi presiden. Hal ini karena mereka punya pengikut, yang dulu diuntungkan sejak zaman Marcos berkuasa.