Wina Armada Sukardi: Bertemu Mahasiswa di Citos dan Sebotol Kopi Susu Aren
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 09 November 2022 13:30 WIB
Pertama, saya “tidak tega” melihat wajah terharu dan bahagia dari penerimanya.
Kedua, saya menghindari mengenal wajah orang yang pernah saya beri. Mengenal wajah mereka, saya khawatir timbul sedikit rasa sombong pada diri hamba ini: nih orang yang pernah saya kasih.
Saya memberi bukan untuk pamrih, apalagi merasa lebih hebat dari orang yang pernah saya beri. Saya memberi hanya karena ingin memberikan sedikit rasa senang dan bahagia bagi penerimanya, siapa pun mereka.
Baca Juga: Fakta Unik Kucing Bengal, Jenis Kucing Terpintar Dibanding Ras Kucing Lainnya
Apapun latar belakang pekerjaan, keluarga atau sukunya. Oleh sebab itu, saya tak mau sampai mengenal mereka. Saya anggap naluri saya “dibimbing” Tuhan untuk memberikannya kepada mereka. Selesai.
Alasan ketiga, berbanding terbalik dengan alasa kedua, sedapat mungkin saya tidak mau siapapun yang menerimanya, mengenali wajah saya. Saya memberikannya dengan tulus ikhlas, semata-mata menjalankan perintah kebaikan.
Tanpa pamrih. Tanpa ingin ada balasan apapun dari yang menerimanya. Pemberian saya hanyalah titipan hantaran “rejeki” dari Sang Maha Pencipta kepada penerimanya.
Saya hanya “alat” Penguasa langit dan bumi. Saya tidak boleh mengambil keuntungan apapun dari tugas itu.
Baca Juga: Apa Alasan Sebenarnya Pangeran MBS Penjarakan lebih dari 20 Pangeran Arab Saudi
Kalau mereka mengenal saya, bisa saja suatu saat saya diberi privilege atau keistimewaan tertentu, meski kecil. Misal lantaran mereka mengenal saya, akan dibukakan pintu, dicarikan tempat parkir mobil dan sebagainya.