Wina Armada Sukardi: Bertemu Mahasiswa di Citos dan Sebotol Kopi Susu Aren
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 09 November 2022 13:30 WIB
ORBITINDONESIA - Siang kemarin, Senin,7 November 2022, saya ke Citos. Tujuannya menemui dua mahasiswa UNJ yang melaksanakan tugas dari dosen Sam Muchtar Chaniago.
Kedua mahasiswa itu mendapat tugas mewawancarai saya soal Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI), tapi untuk mata kuliah bahasa Indonesia kemampuan berkomunikasi langsung dengan para tokoh.
Saya tak faham, kenapa saya yang dipilih oleh mahasiswa, kecuali menduga-duga lantaran Bung Sam, panggilan Sam Muchtar Chaniago, karib saya sudah puluhan tahun.
Baca Juga: LIRIK LAGU: Indah Pada Waktunya Oleh Putri Siagian
Sebenarnya, saya sedang sibuk-sibuk banget. Sebagai advokat, semakin tua semakin banyak kasus yang harus saya tangani. Sebagai penulis, banyak sekali tulisan yang masih terbengkalai.
Sebagai kritkus film saya masih harus menonton film yang belum saya simak. Tentu saja sebagai kakek, saya ingin berbagi banyak waktu dengan cucu kembar yang terasa mulai tumbuh cepat besar.
Tapi karena dosennya Bung Sam, dan terutama lantaran saya selalu memprioritaskan mahasiswa yang mendapat tugas mewawancarai saya, dalam aspek apapun, setelah berkali-kali tertunda saya jumpai juga mereka.
Kami bertemu di Coffee Bean. Sebelum keduanya datang, saya memesan dua liter atau dua botol kopi susu aren. Satu botol atau satu liter buat saya dan dua mahasiswa minum sambil ngobrol.
Baca Juga: LIRIK LAGU BUGIS: LENYNYE JARUNG
Makanya untuk satu botol itu saya pesan tiga gelas berisi es kecil, buat minum kopi waktu ngobrol. Sambil mewawancarai saya, lebih tepatnya saya seperti memberi mereka kuliah, kami minum kopi.
Sesudah usai urusan dengan dua mahasiswa berusia 22 dan 19 tahun itu, segera saya ambil satu botol kopi susu aren yang masih utuh di kasir. Saya minta dibungkus rapi dan diberi tas dari kertas agak tebal.
Rencananya isi botol itu bakal saya bawa pulang, buat keluarga kami minum bersama. Maklumlah keluarga kami semuanya pengemar kopi.
Tas berisi botol kopi saya jinjing menuju mobil. Di tengah jalan menuju mobil, saya berhenti sebentar di gerai Bread Talk, mau beli roti tawar keju pesanan isteri saya.
Baca Juga: Aktor Chris Evans Dinobatkan Jadi Pria TERSEKSI 2022
Rupanya gerai Bread Talk di Citos sudah tutup. Begitu juga JCo yang satu group dengan Bread Talks sudah tutup.
Counter Bread Talk yang sudah kosong saya foto, dan langsung saya kirim ke isteri.”Ternyata Bread Talk di Citos udah tutup,” japri saya ke isteri.
Setelah itu saya berjalan ke arah tangga turun menuju tempat parkir. Dan di tangga itu, di depan pintu, saya lihat seorang satpam penjaga pengunjung masuk.
Saya dan keluarga terbiasa, kalau lama di mal atau plaza, pulangnya sering membeli makanan atau minum untuk para pekerja kelas bawah seperti OB (office boy), penjaga toilet, satpam , tukang parkir dll.
Baca Juga: Hoaks, Prabowo Subianto Dukung Anies Jadi Capres 2024
Makanya, waktu ketemu si Satpam saya langsung teringat kebiasaan kami memberikan mereka “sesuatu.”
Hanya saja, maaf, kali ini saya sedang tidak membawa makanan dan minuman buat mereka. Tapi saya teringat bawaan satu botol kopi susu aren yang ada di tangan saya.
Sejenak, saya berpikir cepat, ini Satpam mungkin lebih membutuhkan, atau lebih tepatnya lebih menikmati, kopi botol susu aren ketimbang keluarga saya.
Untuk keluarga saya, minum sebotol kopi bersama walaupun asyik dan nikmat, sudah biasa. Kalau pun mau, mudah memesan memakai online.
Baca Juga: Gara gara Birokrasi Kacau, 80 Mahasiswa Penerima Beasiswa Kemenag RI Terlantar di Australia
Tapi Satpam ini, jangankan menikmatinya. Jangan-jangan mesti kerja di mal, dia belum pernah merasakan minum kopi susu aren dari botol seperti ini. Apalagi minum bersama keluarganya.
Maka dalam sekejap, bungkusan botol kopi susu aren di tangan saya, beralih kepada si Satpam. Saya berikan kepada dia. Terkejut, Satpam itu masih sempat mengucapkan terima kasih.
“Isinya botol kopi susu aren,” terang saya.
“Iya Pak,” jawabnya dengan suara agak bergetar.
Baca Juga: Nasihat di Video Tiktok Viral: Kalau Mau BANYAK REZEKI Maka PERBANYAK ...
Saya segera pergi meninggalkannya. Kebiasaan saya, setelah memberikan sesuatu seperti itu, selalu cepat berlalu. Ada tiga alasan.
Pertama, saya “tidak tega” melihat wajah terharu dan bahagia dari penerimanya.
Kedua, saya menghindari mengenal wajah orang yang pernah saya beri. Mengenal wajah mereka, saya khawatir timbul sedikit rasa sombong pada diri hamba ini: nih orang yang pernah saya kasih.
Saya memberi bukan untuk pamrih, apalagi merasa lebih hebat dari orang yang pernah saya beri. Saya memberi hanya karena ingin memberikan sedikit rasa senang dan bahagia bagi penerimanya, siapa pun mereka.
Baca Juga: Fakta Unik Kucing Bengal, Jenis Kucing Terpintar Dibanding Ras Kucing Lainnya
Apapun latar belakang pekerjaan, keluarga atau sukunya. Oleh sebab itu, saya tak mau sampai mengenal mereka. Saya anggap naluri saya “dibimbing” Tuhan untuk memberikannya kepada mereka. Selesai.
Alasan ketiga, berbanding terbalik dengan alasa kedua, sedapat mungkin saya tidak mau siapapun yang menerimanya, mengenali wajah saya. Saya memberikannya dengan tulus ikhlas, semata-mata menjalankan perintah kebaikan.
Tanpa pamrih. Tanpa ingin ada balasan apapun dari yang menerimanya. Pemberian saya hanyalah titipan hantaran “rejeki” dari Sang Maha Pencipta kepada penerimanya.
Saya hanya “alat” Penguasa langit dan bumi. Saya tidak boleh mengambil keuntungan apapun dari tugas itu.
Baca Juga: Apa Alasan Sebenarnya Pangeran MBS Penjarakan lebih dari 20 Pangeran Arab Saudi
Kalau mereka mengenal saya, bisa saja suatu saat saya diberi privilege atau keistimewaan tertentu, meski kecil. Misal lantaran mereka mengenal saya, akan dibukakan pintu, dicarikan tempat parkir mobil dan sebagainya.
Setidaknya mereka akan membungkuk atau menundukan kepada kepada saya. Selain bukan itu tujuan saya, perlakuan istimewa seperti itu menjadikan pemberian dari saya seakan memang mengharapkan balas budi dari yang menerimanya.
Saya menghindar dari hal semacam itu. Maka setelah memberi saya selalu bergegas pergi, sehingga mereka gak memgenal saya.
Begitu pula dengan Satpam penjaga pintu ini. Biarlah sebotol berisi seliter kopi susu aren menjadi kebahagiaannya.
Sedangkan saya tetap menjadi manusia biasa yang tidak perlu diperlakukan istimewa karena mengantar “rejeki” kepada penerima ya.
Saya hanya ingn sebotol kopi susu aren dapat terus mengasah kemanusiaan saya sebagai manusia.Saya hanya ingin sebotol kopi susu aren menjadi jejak bukti kepatuhan dan ketaaatan saya kepada Zat Yang Menciptakan saya.
Saya hanya ingin sebotol kopi susu aren menjadi salah satu pertanggung jawab kecil saya kepada hati nurani diri sendiri.
(Oleh: Wina Armada Sukardi, wartawan senior) ***