DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Sejarah Singkat Jemaat Ahmadiyah di Indonesia, Berawal dari Tiga Pemuda

image
Jamaah Ahmadiyah Serang. Berawal dari tiga pemuda yang belajar di India.

ORBITINDONESIA - Tiga pemuda dari Sumatera Thawalib yakni suatu pesantren di Padang Panjang, Sumetera Barat meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan.

Awalnya tiga pemuda itu akan berangkat ke Mesir, karena saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam

Sampailah tiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman Isyaati Islam atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore Setelah beberapa waktu di sana, merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di desa Qadian.

Baca Juga: Masjid Ridwan yang Berarsitektur Tionghoa di Lombok Barat NTB Ini Cocok Jadi Destinasi Wisata

Dan setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai'at di tangan Hadhrat Khalifatul Masih II r.a Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a.

Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah yang kini disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, Mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Thawalib untuk belajar di Qadian.

Tidak lama kemudian duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dari Sumatera Thawalib bergabung dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi juga baiat masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah.

Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab.

Baca Juga: Aditya Egatifyan alias Bokir, Gembong Narkoba yang Melarikan Diri Berbekal Sarung dari Cipinang Ditangkap

Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.. Ia meyakinkan bahwa meskipun dia sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, dia akan mengirim wakil dia ke Indonesia. Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali HAOT dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya.

Tanggal 17 Agustus 1925 Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berangkat dari Qadian. Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh.

Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah. Pada tahun 1925 Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai organisasi.

Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta, ibu kota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin sebagai Ketua pertamanya.

Baca Juga: Tidak Usah Bawa ke Tempat Servis, Begini Cara Mudah Membuka HP Samsung Jika Anda Lupa Password

Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih kemerdekaan.

Misalnya, (alm) R. Muhyiddin ia dibunuh oleh tentara Belanda pada tahun 1946 karena dia merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia.

Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan mengorbankan diri mereka untuk negara.

Sementara para Ahmadi yang lain berperan di bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan (alm) Mln. Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia.

Baca Juga: Begini Penyebab Kucing Muntah Akut yang Perlu Anda Perhatikan Serta Cara Mengatasinya

Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan gelar veteran kepada beliau untuk dedikasinya kepada negara.

Pada tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953.

Ahmadiyah tidak pernah berpolitik meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun 1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban.

Satu lambang era baru di Indonesia pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah.

Baca Juga: Kumpulan Kata Bijak Presiden Soekarno Tentang Patriotisme untuk Merayakan Hari Pahlawan 10 November

Dia terbunuh di tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh karena itu iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu pahlawan Ampera.

Di Era 1970-an melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi diawal 1970-an, para ulama Indonesia mengikuti langkah mereka.

Maka ketika Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah.

Sebagai akibatnya, Banyak masjid Ahmadiyah yang dirobohkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik.

Baca Juga: Kejaksaan Tinggi dan Bea Cukai Kalimantan Barat Gagalkan Ekspor 14 Kontainer Minyak Sawit Mentah Ilegal

Periode 1990-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya *Moslem Television Ahmadiyya (MTA).

Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka.

Ketika tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.a ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu dia sempat bertemu dan mendapat sambutan baik dari Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais.

W.R. Soepratman, tokoh terpenting dalam sejarah Indonesia, menyatakan bai'at masuk ke dalam Jemaah Muslim Ahmadiyah setelah meliput kegiatan Dialog Terbuka, di Bandung, dengan Persis.

(Sumber: Pustaka Al-Chusna).***

Berita Terkait