Numerasi dalam Perspektif TKA Tingkat SMP Sederajat

Oleh Dian Apriliyanti, SMP Negeri 4 Payung, Bangka Selatan

ORBITINDONESIA.COM - Numerasi, sebagai kemampuan memahami, menerapkan, dan menganalisis konsep matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, memegang peran penting dalam Tes Kemampuan Akademik (TKA) di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat.

Di Indonesia, numerasi di jenjang ini dirancang untuk membangun fondasi berpikir logis dan analitis, mempersiapkan siswa menghadapi transisi menuju pendidikan menengah atas.

Namun, di tengah semangat Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis proyek dan eksplorasi, praktik di lapangan masih menunjukkan pendekatan numerasi yang kaku, berorientasi skor, dan sering kali mengekang kreativitas siswa.

Tulisan ini mencoba mengulas mengapa numerasi menjadi begitu dominan di tingkat SMP, bagaimana dampaknya terhadap siswa usia 13–15 tahun, serta bagaimana menjadikannya alat penguat daya pikir, bukan sumber kecemasan.

Numerasi dan Ruang Lingkupnya di SMP

Menurut kerangka Programme for International Student Assessment (PISA) yang diadopsi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), numerasi mencakup kemampuan mengenali masalah matematis dalam situasi nyata, menggunakan konsep serta alat matematika untuk menyelesaikannya, dan menginterpretasikan hasilnya dengan tepat.

Dalam Asesmen Nasional (AN) yang diterapkan bagi siswa kelas VIII SMP, numerasi diuji melalui soal-soal berbasis konteks literasi membaca dan kuantitatif. Tes ini bersifat diagnostik—bukan hanya selektif—dan bertujuan mengidentifikasi kekuatan serta kelemahan siswa untuk menjadi dasar perbaikan pembelajaran di sekolah.

Masa Kritis dan Tantangan

Keberadaan numerasi dalam TKA sangat strategis karena usia 13–15 tahun merupakan fase penting dalam perkembangan kognitif. Menurut teori Jean Piaget, siswa SMP berada pada tahap operasi formal, yaitu masa ketika mereka mulai mampu berpikir abstrak dan hipotetis. Numerasi menjadi wahana penting untuk mengasah kemampuan tersebut melalui pemecahan masalah kontekstual.

Namun, dalam praktiknya, tekanan terhadap capaian skor numerasi sering menimbulkan kecemasan berlebih. Fenomena math anxiety atau ketakutan terhadap matematika menjadi keluhan umum di kalangan siswa, orang tua, maupun guru. Akibatnya, matematika yang seharusnya melatih nalar justru terasa menakutkan.

Menuju Numerasi yang Ramah Anak

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjadikan numerasi lebih manusiawi dan bermakna.

  1. Diversifikasi format tes. Selain pilihan ganda, sertakan soal open-ended yang mendorong siswa menjelaskan alasan dan proses berpikirnya.

  2. Integrasi teknologi edukatif. Gunakan platform belajar dengan pendekatan gamifikasi agar siswa merasa numerasi menyenangkan.

  3. Pemerataan akses. Program seperti IFP (Indeks Pembangunan Literasi) perlu terus diperluas agar semua siswa mendapat kesempatan belajar yang sama.

  4. Kontekstualisasi budaya lokal. Soal berbasis pengalaman dan budaya daerah dapat membuat numerasi terasa dekat dengan kehidupan nyata.

  5. Kolaborasi dengan keluarga. Orang tua perlu dilibatkan melalui sosialisasi numerasi di rumah untuk mengurangi math anxiety sejak dini.

Selain itu, evaluasi numerasi sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan. Asesmen Nasional maupun TKA dapat dikombinasikan dengan portofolio proyek siswa, seperti laporan eksperimen sains atau kegiatan ekstrakurikuler yang relevan. Numerasi juga bisa diintegrasikan dalam aktivitas klub robotik, penelitian mini, atau analisis data olahraga. Dengan begitu, penilaian menjadi lebih holistik dan membangun motivasi, bukan tekanan.

Penutup

Numerasi dalam perspektif TKA di tingkat SMP sederajat sejatinya adalah investasi jangka panjang bagi bangsa. Ia tidak hanya mengukur kemampuan berhitung, tetapi juga membentuk cara berpikir logis, kritis, dan bijak dalam mengambil keputusan.

Sudah saatnya numerasi diperkenalkan kembali dengan pendekatan yang kontekstual, hangat, dan penuh kasih. Numerasi bukan monster yang menakutkan, melainkan sahabat yang membantu anak memahami dunia melalui angka.

Jika dikelola dengan bijak, numerasi akan menjadi jembatan emas dari SMP menuju masa depan yang penuh peluang—karena di balik setiap angka, tersimpan cerita tentang potensi manusia yang menunggu untuk bersinar.***