Jebakan Utang Sebenarnya: Mayoritas 81 Persen Utang Sri Lanka Justru ke Negara Barat, Bukan China
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 16 Juli 2022 03:48 WIB
ORBITINDONESIA - Negara Barat dan media massa ramai-ramai menyalahkan kerusuhan dan krisis ekonomi di Sri Lanka pada “jebakan utang” China. Kenyataannya, sebagian besar utang luar negeri negara Asia Selatan itu justru kepada negara Barat, bukan China.
Hal itu diungkapkan situs mronline.org, 13 Juli 2022. Narasi jebakan utang China yang menipu itu juga telah sepenuhnya dibantah oleh para akademisi arus utama, termasuk peneliti Amerika sendiri.
Soal jebakan utang, berbagai perusahaan Barat dan sekutunya Jepang dan India memiliki 81 persen utang luar negeri Sri Lanka—lebih dari tiga perempat kewajiban internasionalnya. Sebaliknya, China hanya memiliki 10 persen dari utang luar negeri Sri Lanka.
Baca Juga: Kasus Sri Lanka: Jebakan Utang China Cuma Mitos yang Digemborkan Negara Barat
Menyangkut jebakan utang yang sebenarnya, Sri Lanka memiliki sejarah berjuang dengan beban utang Barat, setelah melalui 16 “program stabilisasi ekonomi” dengan Dana Moneter Internasional (IMF) yang didominasi Washington.
Program penyesuaian struktural ini jelas gagal, mengingat ekonomi Sri Lanka telah dikelola oleh IMF selama beberapa decade, sejak mencapai kemerdekaan dari kolonialisme Inggris pada 1948. Ini artinya sangat kontras dengan Sri Lanka hanya 10% berutang ke China.
Menurut statistik resmi dari Departemen Sumber Daya Eksternal Sri Lanka, pada akhir April 2021, pluralitas utang luar negerinya dimiliki oleh dana dan bank vulture Barat, yang memiliki hampir setengahnya, yaitu 47%.
Pemegang teratas utang pemerintah Sri Lanka, dalam bentuk obligasi negara internasional (ISB), adalah perusahaan-perusahaan Barat berikut.
Mereka adalah: BlackRock (AS), Ashmore Group (Inggris), Allianz (Jerman), UBS (Swiss), HSBC (Inggris), JPMorgan Chase (AS), Prudential (AS).