DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Pusat Energi ASEAN Tekankan Pentingnya Integrasi Kelistrikan Kawasan Demi Ketahanan Energi

image
Manajer Senior untuk APAEC (ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation) di Pusat Kelistrikan ASEAN, Beni Suryadi (tengah) dalam acara “Talking ASEAN Seminar” di Jakarta, Rabu, 13 Agustus 2025. (ANTARA/Kuntum Riswan.)

ORBITINDONESIA.COM - Pusat Kelistrikan ASEAN (ASEAN Centre for Energy) menekankan pentingnya sistem kelistrikan yang terintegrasi di semua 10 negara anggota ASEAN guna memastikan ketahanan energi di kawasan.

Negara-negara anggota ASEAN telah meresmikan ASEAN Power Grid pada 1997, sebuah inisiatif untuk membangun jaringan listrik regional yang terintegrasi, yang hingga implementasinya masih dalam tahap awal dan bersifat terbatas.

“Ini sebenarnya adalah sebuah ide yang sudah muncul sejak 20-30 tahun yang lalu. Idenya adalah bagaimana mengintegrasikan sistem kelistrikan di seluruh negara ASEAN,” kata Manajer Senior untuk APAEC (ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation) di Pusat Kelistrikan ASEAN, Beni Suryadi, dalam acara “Talking ASEAN Seminar” di Jakarta, Rabu, 13 Agustus 2025.

Baca Juga: PGN Raih ASEAN CGCA 2025, Jadi Lima Perusahaan Terbaik di Indonesia

Beni menguraikan, integrasi sistem kelistrikan antara negara ASEAN dengan mencontohkan adanya kehadiran salah satu pembangkit listrik di Myanmar yang tersambung ke sistem, sehingga listrik yang dihasilkan dari pembangkit itu bisa digunakan di rumah di Bali.

Alih-alih membangun pembangkit listrik sendiri di negara masing-masing atau di daerah yang membutuhkan listrik, Beni menilai bahwa integrasi kelistrikan dapat menjadi sebuah subsidi silang antara daerah yang memiliki potensi listrik namun permintaan rendah dengan daerah lain yang memiliki permintaan tinggi tetapi tidak memiliki potensi pembangkit listrik.

“Ini juga terjadi di Indonesia — sumber daya dan kebutuhan tidak selalu berada di tempat yang sama. Misalnya, kita punya banyak potensi pembangkit tenaga air di Kalimantan, tapi permintaan tertinggi justru ada di Jawa. Di ASEAN, Laos memiliki potensi besar untuk tenaga air, tapi kebutuhan listrik di sana tidak terlalu besar. Pusat permintaan listrik ada di Singapura,” ucapnya.

Baca Juga: Pakar Studi ASEAN, Zain Maulana: Indonesia Punya Posisi Strategis Dorong Perdamaian Thailand-Kamboja

Integrasi sistem kelistrikan, kata Beni, juga bisa membantu negara-negara anggota ASEAN menangani isu perubahan iklim.

Dia mencontohkan, Thailand yang daripada membangun pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, maka lebih baik bagi mereka untuk terhubung ke sumber listrik dari energi terbarukan atau tenaga air dari Laos. 



Di saat yang sama, jika Thailand tidak memanfaatkan kapasitasnya sendiri untuk mencapai keamanan energi atau memenuhi target NDC (Nationally Determined Contribution) dalam perubahan iklim, maka akan sangat menantang.

Baca Juga: China Dukung Langkah ASEAN untuk Selesaikan Konflik Kamboja-Thailand

Begitu juga dengan Singapura yang hampir tidak memiliki potensi tenaga surya yang dapat dimanfaatkan di atap bangunan, karena hampir 99,9 persen listriknya berasal dari gas alam, dan sebagian kecil dari batu bara.

“Lalu, bagaimana Singapura bisa menghadapi tantangan perubahan iklim? Satu-satunya cara adalah dengan memanfaatkan listrik yang berasal dari energi terbarukan. Itu bisa datang dari Laos, atau juga dari Indonesia, misalnya,” ujar Beni.

Lebih lanjut, ASEAN Centre for Energy mencatat bahwa integrasi sistem kelistrikan ASEAN akan berpotensi meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 3 triliun dolar AS (sekitar Rp49.000 triliun).

Baca Juga: Kuliah Umum di UGM, Ramos Horta Usul Pendirian Pusat Studi Perdamaian ASEAN

“Selain itu, integrasi ini juga akan menciptakan sekitar 1,45 juta lapangan pekerjaan langsung dan jangka panjang. Semua orang tahu menyadari bahwa ASEAN menganut prinsip pergerakan bebas tenaga kerja terampil, jadi seorang insinyur dari Indonesia bisa bekerja di negara ASEAN lainnya,” tambah dia.***

Halaman:

Berita Terkait