Denny JA Merekam Luka Sejarah Dalam Tujuh Buku Puisi Esai
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 04 Juli 2025 18:24 WIB

Di tengah gempuran informasi digital yang dangkal dan cepat lewat, puisi esai menawarkan ruang perenungan—sebuah jeda, sebuah napas.
Mengapa Puisi Esai Penting untuk Memahami Sejarah?
1. Ia menyentuh sisi terdalam manusia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Prabowo Subianto Sangat Populer, Tapi Publik Mulai Cemas Tentang Ekonomi
Di saat data dan angka tak mampu meneteskan air mata, puisi hadir sebagai cermin yang merefleksikan luka batin sejarah.
2. Ia memperluas definisi sejarah.
Sejarah bukan hanya milik yang menang, tetapi juga milik mereka yang ditinggalkan: perempuan penghibur, anak tanpa negara, eksil tanpa pulang, cinta tanpa ruang.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Dilema Batin Petugas Perbatasan dan Luka Sosial Lainnya
3. Ia menghidupkan narasi yang dilupakan.
Di tengah gemuruh suara mayoritas, puisi esai memberi tempat bagi suara-suara yang nyaris punah: bisikan Lastri, tangis Lina, dan rindu yang tertinggal di meja makan eksil.
Tujuh Buku Puisi Esai Denny JA dalam Heptalogi
1. Atas Nama Cinta (2012) – Tentang cinta yang kalah oleh diskriminasi.