DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Kentucky Fried Chicken Rugi Ratusan Miliar Rupiah dan Datangnya Era Meaning Economy

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

ORBITINDONESIA.COM - Ia berdiri diam di ambang pintu restoran tempat ia mengabdi selama lebih dari sepuluh tahun.

Seragam putih-merah itu masih melekat di tubuhnya, tapi statusnya telah dicopot dari sistem. Tak ada apel pagi. Tak ada cek suhu. Tak ada rekan yang menyapa lewat headset kecil sambil menyiapkan ayam goreng hangat.

Hari itu, yang datang justru sepucuk surat dan satu kalimat tak terbantahkan: “Maaf, kami harus melepasmu.”

Baca Juga: Catatan Denny JA: Jika Sebuah Nada Diberi Hak

Namanya Rini. Ia bukan manajer, bukan petinggi perusahaan. Ia hanya seorang ibu dari dua anak, kasir yang selalu melipat kantong kertas dengan hati-hati, yang mengenali pelanggan tetap hanya dari suara mereka.

Sehari sebelum ia di-PHK, ia masih menyapa seorang anak kecil yang menangis karena es krimnya jatuh ke lantai.

Ia menggantikan es krim itu dari gajinya sendiri. Menurutnya, anak-anak harus selalu pulang dengan senyuman.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Royalti Lagu Era Artificial Intelligence, Siapa Pemilik Jika Algoritma yang Mencipta?

Hari ini, ia berjalan keluar gerai dengan mata merah dan langkah perlahan. Ia pulang membawa dua seragam, satu sertifikat, dan selembar kertas yang tak akan pernah dibingkainya.

Kisah Rini mewakili 2.274 karyawan Kentucky Fried Chicken (KFC) Indonesia yang harus meninggalkan pekerjaannya. Bukan karena mereka tak bekerja dengan hati, tapi karena sistem bisnis yang tak lagi mendengar bisikan zaman. (1)

-000-

Baca Juga: Catatan Denny JA: Bunga Rampai 100 Tahun Arsitektur Perjuangan dan Jejak Rasa Kuliner

KFC Indonesia mencatat kerugian bersih Rp796,7 miliar pada tahun 2024. Sebuah pinjaman Rp875 miliar dari Bank Mandiri pun diajukan. Itu bukan untuk berkembang, melainkan untuk bertahan.

Tapi yang mereka butuhkan bukan hanya talangan dana. Yang lebih genting justru pemahaman bahwa dunia telah berubah.

Ini zaman orang membeli makanan bukan hanya karena rasa, tetapi karena makna. Di era ini, pelanggan mencari bukan sekadar produk, tapi pesan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Israel Melawan Iran, Perang Strategis, Ideologis, Bahkan Spiritual

Bukan hanya harga, tapi hubungan. Bukan sekadar promosi, tapi posisi eksistensial: di manakah aku sebagai manusia dalam transaksi ini?

Itulah yang disebut meaning economy, atau ekonomi makna. Beberapa ahli menyebutnya dengan The Purpose Economy. (2)

Istilah ini diperkenalkan dan dipopulerkan oleh pemikir dan pelaku industri global seperti Jeremy Heimans, Aaron Hurst. Dan belakangan oleh akademisi seperti John Hagel.

Baca Juga: Catatan Hamri Manoppo: Denny JA dan Peluang Nobel Sastra, Dari Puisi Esai Menuju Pengakuan Global

Mereka menyadari bahwa manusia abad ke-21 semakin jenuh dengan konsumsi kosong. Mereka ingin membeli sesuatu yang membuat mereka merasa hidup, merasa punya arti, merasa dilihat.

-000-

Meaning economy lahir dari kelesuan batin di tengah limpahan barang dan layanan. Ia menjawab satu pertanyaan penting: mengapa aku memilih produk ini, dan siapa aku dalam pilihan itu?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Sejarah tak Menceritakan yang Sebenarnya

Sayangnya, KFC Indonesia gagal membaca arah angin baru ini. Mereka terus menyajikan ayam krispi dengan bangga, tapi lupa bahwa pelanggan tak lagi lapar semata.

Yang dicari kini adalah rasa yang menyentuh, bukan hanya lidah, tapi juga hati.

Sedangkan restoran lokal menawarkan sambal dengan cerita ibu mereka, KFC tetap hadir dengan saus sachet impor.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ujung Perang Israel Lawan Iran, Perang Tak Henti atau Solusi Dua Negara?

Sedangkan warung kecil menyapa pelanggan dengan nama, KFC masih bergantung pada layar digital tanpa ekspresi.

Di dunia lain, mereka menyesuaikan diri. Di China, KFC menjual bubur dan egg tart karena memahami kultur sarapan.

Di India, mereka hadir tanpa daging untuk menghormati spiritualitas.

Baca Juga: Analisis Denny JA: Setelah Amerika Serikat Menjatuhkan Bom ke Iran

Tapi di Indonesia? Dari Balikpapan hingga Tegal, rasa yang ditawarkan tetap satu: krispi.

Padahal, selera manusia bukan hanya tentang rasa lidah. Ia bergerak bersama memori, konteks, dan nilai hidup yang sedang bergeser.

Kegagalan ini bukan tentang kualitas makanan. Bukan tentang kompetitor. Tapi tentang makna yang hilang dari setiap sajian.

Baca Juga: Analisis Denny JA: Indonesia Jadi Tempat Paling Aman Jika Pecah Perang Dunia Ketiga

KFC berdiri tegak seperti menara. Tapi menara yang tak merunduk mendengar denyut zaman, lambat laun akan runtuh diterpa angin pelan—bukan badai.

-000-

Konsumen kini memilih bukan hanya karena lapar, tapi karena ingin merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, lebih lembut, lebih bermakna.

Baca Juga: Analisis Denny JA: Dari Gencatan Senjata Iran-Israel Menuju Masa Depan Palestina Merdeka?

Ayam goreng yang dulu menjadi hadiah ulang tahun kini terasa hambar, bukan karena bumbunya berubah, tapi karena emosinya hilang.

Kita memasuki masa ketika waralaba besar bisa dikalahkan oleh kios kecil, karena yang kecil tahu bagaimana mendekap pelanggan.

Mereka menawarkan bukan sekadar produk, tapi alasan untuk percaya, dan alasan untuk kembali.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Perbanyak Sastra di Ruang Publik

Rini, yang di-PHK itu, kini membuka usaha kecil bernama Ayam Bahagia. Ia tak punya modal besar. Tapi ia punya waktu untuk mendengar.

Ia tak punya aplikasi, tapi ia tahu nama anak pelanggan dan apa sambal favorit mereka.

Dan mungkin, dari gerai kecil itulah, meaning economy benar-benar hidup.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Prabowo Subianto Sangat Populer, Tapi Publik Mulai Cemas Tentang Ekonomi

Bukan sebagai teori, tapi sebagai praktik harian: satu senyum, satu nasi hangat, satu dialog ringan yang membuat makan siang terasa bukan sekadar isi perut, tapi peristiwa batin.

-000-

Jika KFC ingin kembali hidup di Indonesia, ia harus belajar bukan hanya dari buku akuntansi. Ia harus membaca zaman, mendengar bisik konsumen, dan mengubah cara ia hadir.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Dilema Batin Petugas Perbatasan dan Luka Sosial Lainnya

Ia harus menjawab ulang pertanyaan paling mendasar:

“Apa arti kehadiran kami bagi Anda?”

Karena di akhir zaman, rasa yang bertahan bukan rasa krispi.

Tapi rasa yang menyentuh hati.

Dan dalam era meaning economy, hanya rasa itulah yang tak bisa dikopi oleh algoritma mana pun.***

Jakarta, 29 Juni 2025

Referensi:

1. PHK Massal di KFC Indonesia

“Dampak Rugi KFC Indonesia: 47 Gerai Tutup dan 2.274 Karyawan Kena PHK Sepanjang 2024”

Dampak Rugi KFC Indonesia, 47 Gerai Tutup dan 2.274 Karyawan Kena PHK Sepanjang 2024 | tempo.co

2. Era Meaning Economy dalam Inovasi Bisnis

“The Rise of the Meaning Economy” Beberapa ahli menyebutnya The Purpose Economy

Welcome To The Purpose Economy - Fast Company

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, bisnis dan marketing, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/1CgWidcLGE/?mibextid=wwXIfr

Halaman:

Berita Terkait