Catatan Denny JA: Kentucky Fried Chicken Rugi Ratusan Miliar Rupiah dan Datangnya Era Meaning Economy
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 29 Juni 2025 14:18 WIB

Sedangkan restoran lokal menawarkan sambal dengan cerita ibu mereka, KFC tetap hadir dengan saus sachet impor.
Sedangkan warung kecil menyapa pelanggan dengan nama, KFC masih bergantung pada layar digital tanpa ekspresi.
Di dunia lain, mereka menyesuaikan diri. Di China, KFC menjual bubur dan egg tart karena memahami kultur sarapan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Jika Sebuah Nada Diberi Hak
Di India, mereka hadir tanpa daging untuk menghormati spiritualitas.
Tapi di Indonesia? Dari Balikpapan hingga Tegal, rasa yang ditawarkan tetap satu: krispi.
Padahal, selera manusia bukan hanya tentang rasa lidah. Ia bergerak bersama memori, konteks, dan nilai hidup yang sedang bergeser.
Kegagalan ini bukan tentang kualitas makanan. Bukan tentang kompetitor. Tapi tentang makna yang hilang dari setiap sajian.
KFC berdiri tegak seperti menara. Tapi menara yang tak merunduk mendengar denyut zaman, lambat laun akan runtuh diterpa angin pelan—bukan badai.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Bunga Rampai 100 Tahun Arsitektur Perjuangan dan Jejak Rasa Kuliner
Konsumen kini memilih bukan hanya karena lapar, tapi karena ingin merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, lebih lembut, lebih bermakna.