Menilik Rahasia di Balik Popularitas POP MART
- Penulis : Abriyanto
- Selasa, 03 Juni 2025 05:00 WIB

ORBITINDONESIA.COM -- Kerumunan orang, banyak di antara mereka merupakan kolektor dan penggemar POP MART, memadati area di luar gerai utama POP MART yang terang benderang di Oxford Street.
Mereka antusias untuk menjelajahi mainan kotak misteri (blind box) yang menjadi ciri khas POP MART, seperti Skullpanda, Dimoo, dan Labubu yang ikonik, yang terkenal karena tubuhnya yang berbulu halus dan senyum lebarnya dengan deretan gigi.
Beberapa orang bahkan datang dari jauh, seperti Asia Tenggara dan daratan Eropa, bukan sekadar untuk berbelanja di POP MART, melainkan juga untuk bertukar mainan seni, berinteraksi dengan sesama penggemar, serta mengabadikan momen saat membuka kemasan (unboxing) yang sempurna untuk diunggah di platform media sosial TikTok.
Baca Juga: Dewan Kesenian Siak Gelar Lomba Permainan Tradisional Letup Meriam yang Diikuti Ratusan Peserta
POP MART, yang awalnya merupakan merek lokal di China, kini menjadi salah satu fenomena budaya yang tumbuh paling pesat di Eropa.
Didirikan di Beijing pada 2010, POP MART menjadi populer berkat desain karakter orisinal dan kolaborasi dengan artis-artis baru. Koleksi-koleksinya yang berbasis kekayaan intelektual, terutama Labubu dengan tampilan wajah jahil namun menawan, sangat disukai para penggemar yang mencari lebih dari sekadar daya tarik estetika -- mereka mencari pengalaman emosional, kejutan, dan rasa keterhubungan.
"Mereka tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi histeria yang menghasilkan uang di pasar penjualan kembali (resale), tetapi menjadi momen bagi orang dewasa dapat kembali menjadi seperti anak-anak yang lucu. Setiap manusia berhak merasakannya," kata Amy-Lee Cowey-Small, seorang veteran yang telah lama berkecimpung di bidang pemasaran.
Daya tarik emosional inilah yang membedakan POP MART dari produsen mainan tradisional. Perusahaan tersebut tidak hanya menjual mainan, tetapi juga menjual perasaan, ritual, dan pengalaman bersama.
Daya tarik utamanya adalah budaya blind box, di mana pembeli tidak tahu mainan mana yang mereka beli hingga mereka membuka kotaknya. "ketidakpastian yang ritualistik" ini sangat disukai oleh konsumen Gen Z dan milenial di Eropa.
Di TikTok dan Instagram, para pemengaruh (influencer) secara rutin mengunggah video unboxing, yang mengubah mainan tersebut menjadi simbol budaya identitas dan ekspresi diri.
Filosofi desain POP MART memadukan estetika Asia dengan pengaruh seni Barat, menciptakan figurin yang terasa familiar sekaligus baru dan menyegarkan. Gaya multikultural ini telah menarik perhatian para selebriti seperti Madonna Louise Ciccone dan tokoh TV Inggris Olivia Attwood, yang semakin mengukuhkan POP MART dalam tren dominan kreatif di Eropa.
Sejak membuka gerai pertamanya di Inggris di Soho pada 2022, POP MART telah berkembang pesat di seluruh Inggris, dengan gerai-gerainya kini terdapat di Oxford Street, Manchester, Westfield Stratford, Cambridge, dan Birmingham.
Pada akhir 2025, perusahaan tersebut berharap dapat mengoperasikan 17 gerai independen di Inggris, tidak termasuk jaringan roboshop (sejenis mesin penjual yang menyediakan blind box dan produk POP MART lainnya) yang berkembang pesat.
Baca Juga: Wahana Permainan VR di Timezone Mal Pacific Place Bisa Jadi Pilihan Hiburan Seru di Akhir Pekan
Menurut kepala ritel Eropa perusahaan tersebut, lebih dari 90 persen basis pelanggannya di Inggris kini terdiri atas warga Inggris dan Eropa setempat.
"Ini bukan lagi merek khusus untuk diaspora Asia," kata Scarlett Zhao, kepala pemasaran POP MART untuk Eropa. "Kami telah menjadi merek utama."
Seiring dengan permintaan yang terus meningkat, Zhao menolak klaim yang menyebutkan bahwa pihak perusahaan sengaja membatasi pasokan untuk menciptakan sensasi.
Baca Juga: Cara dan Tips Sukses Mendekati Popuri di Harvest Moon: Back to Nature sampai Menikah
"Kami sering ditanya apakah terbatasnya ketersediaan mainan boneka kami disengaja, jawabannya adalah tidak -- kami tidak melakukan teknik pemasaran kelangkaan (scarcity marketing). Produksi kami dipandu oleh perkiraan permintaan jangka panjang dan ritme perencanaan merek untuk memberikan pengalaman produk berkualitas tinggi dan konsisten kepada konsumen," kata Zhao.
"Mainan boneka memerlukan pengerjaan yang rumit dan perhatian terhadap detail-detail yang tinggi, yang tentu saja membutuhkan perencanaan dan waktu produksi yang cermat. Kami mengutamakan keahlian dan pengalaman pelanggan, bukannya kelangkaan sebagai taktik pemasaran," imbuh Zhao.
POP MART kini tengah mengembangkan sistem lotre daring untuk mengurangi kepadatan di gerai dan mencegah aktivitas calo di Inggris dan Prancis.
Baca Juga: Pemadam Kebakaran Kabupaten Tangerang: Kebakaran di Pantai Indah Dadap Hanguskan 13 Gudang Mainan
POP MART bukanlah satu-satunya yang ikut menikmati gelombang booming barang koleksi di China. Merek-merek seperti TOPTOY yang diluncurkan oleh MINISO juga berekspansi ke seluruh Asia dan Timur Tengah, meskipun TOPTOY berfokus pada kekayaan intelektual berlisensi, seperti Disney dan Naruto, bukan karakter orisinal.
Seiring makin terkenalnya merek-merek barang koleksi China, daya tariknya mulai memikat para peritel Barat yang bergengsi. Zhao mengatakan bahwa pusat perbelanjaan mewah, seperti Harrods, awalnya enggan mengambil risiko pada merek-merek China yang tidak dikenal. Namun, hal itu berubah dengan cepat.
"Seiring dengan semakin dikenalnya kekayaan intelektual kami di kancah internasional dan meluasnya basis pelanggan kami di seluruh Eropa, perbincangan dengan mitra bergengsi pun berkembang menjadi kolaborasi jangka panjang," tutur Zhao.
Baca Juga: Toko Mainan Berisi Petasan di Leuwiliang Bogor Terbakar Hebat, Diduga Akibat Korsleting
"Kini, kami bangga menjadi bagian dari gelombang baru merek budaya yang diadopsi oleh Harrods dan peritel papan atas lainnya," imbuh Zhao.
Bagi konsumen seperti Ma dan Serena, keduanya berusia dua puluhan, POP MART telah menjadi gaya hidup.
"Begitu saya membelinya, saya jadi terobsesi," kata Ma. "Dan saya meminta teman saya Serena untuk membelinya juga."
Baca Juga: Mikrodrama Kian Populer di Indonesia, Apa Alasannya?
"Saya melihat seorang influencer membuka blind box di Instagram. Saya pergi ke gerai keesokan harinya," kata Serena. "Dari situ, saya jadi ketagihan."
Komunitas kolektor yang berkembang ini, banyak di antaranya adalah kidult, tidak hanya mengoleksi mainan langka, tetapi juga menemukan kebahagiaan bersama, rasa nostalgia, dan "teman-teman kecil" melalui bahasa budaya modern yang unik.***