DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Mengenali Tipe Personality, Perjalanan Pulang Menuju Diri

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Menyambut Aplikasi Knowing Myself+Healing LSI Denny JA (6)

ORBITINDONESIA.COM - Di sebuah pagi kelabu Jakarta, 2024, langit menggantung berat seperti hatinya.

Livia duduk membeku di hadapan laptop yang tak berhenti memuntahkan email.

Kariernya di perusahaan multinasional terus menanjak. Proyek bertubi-tubi datang. Pujian mengalir.

Namun di balik sorot mata profesionalnya, ada ruang kosong yang tak kunjung terisi.

Sejak kecil, Livia pernah bermimpi menjadi penulis. Ia ingin mengajar, mendengar kisah manusia, dan mengubahnya menjadi kata-kata.

Kini, ia merasa seperti burung besi: terbang tinggi, tapi kehilangan langitnya sendiri.

Malam itu, dalam keputusasaan halus yang bahkan sulit ia namai, seorang teman menyodorkan jalan kecil:

“Coba tes MBTI,” katanya.

Dengan skeptisisme samar, Livia mengisi pertanyaan demi pertanyaan:

Apakah ia lebih menyukai ide daripada data?

Apakah ia lebih mendengarkan bisikan hati daripada logika dingin?

Hasilnya membuatnya terdiam. Ia diklasifikasi sebagai INFP — The Mediator.

Livia termasuk tipe perajut makna. Seorang pencipta dunia batin. Ia punya kecenderungan, dalam dunia yang bising, untuk mendengar gema halus suara hati.

Malam itu, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, Livia merasa ada peta kecil yang membimbingnya — bukan hanya pulang, tapi mengenali arah dirinya sendiri.

-000-

Saya merenungkan kisah Livia ketika bersama tim LSI Denny JA menyusun aplikasi Knowing Myself+Healing.

Aplikasi ini menggali lebih dalam psikologi manusia berdasarkan tipe personalitasnya.

Ia menyinergikan tes ini dengan 14 tes psikologi lain dan didukung kecerdasan buatan.

Siap diakses 24 jam dari mana pun di dunia, dalam 28 bahasa.

Ia seperti cermin yang tak hanya memantulkan, tapi juga membimbing.

Tanpa perlu ke biro psikologi atau ruang konseling, siapa pun kini bisa memulai perjalanan pulangnya sendiri.

-000-

Awal abad ke-20, dunia jungkir-balik. Revolusi industri mengubah tatanan hidup. Dua perang dunia mengguncang peradaban.

Manusia kehilangan jangkar jiwanya.

Di tengah kekacauan itu, psikologi modern mencoba menyalakan lentera.

Bukan lagi sekadar melihat manusia sebagai mesin stimulus-respons, tapi sebagai makhluk berjiwa kompleks.

Carl Gustav Jung, psikolog Swiss yang brilian, menerbitkan Psychological Types pada 1921.

Ia mengajukan ide revolusioner: manusia lahir dengan struktur kepribadian yang unik.

Jung membagi jiwa manusia menjadi:

* Dua sikap: Ekstroversi dan Introversi,

* Empat fungsi dasar: Sensing, Intuition, Thinking, Feeling.

Kombinasi itu menciptakan keragaman tak terhingga.

Setiap manusia bagaikan bintang: serupa dalam struktur, unik dalam sinarnya.

Namun teori Jung terlalu filosofis untuk langsung dipraktikkan.

-000-

Di sinilah sejarah mempertemukan kita dengan dua perempuan luar biasa:

Katharine Cook Briggs dan putrinya, Isabel Briggs Myers.

Katharine membaca Jung dan jatuh cinta pada kedalaman pikirannya.

Ia bermimpi menyederhanakan filsafat itu menjadi alat praktis — membantu manusia mengenali dirinya di tengah dunia yang membingungkan.

Bersama Isabel, di tengah era penuh perang dan transisi sosial besar, mereka membangun MBTI.

Bukan di laboratorium megah. Bukan pula dengan dana universitas.

Mereka mengembangkannya dari ruang tamu kecil.

Dengan ketekunan hati dan kepercayaan sederhana.

Saat dunia mengerahkan bom dan mesin, mereka mengerahkan pena dan kepekaan.

Pada 1940-an, MBTI lahir:

Sebuah kompas batin, lahir dari cinta seorang ibu dan anak pada manusia.

-000-

MBTI adalah singkatan dari Myers-Briggs Type Indicator.

Tes ini membagi kepribadian ke dalam 16 tipe berdasarkan empat dimensi utama:

1.    Extraversion (E) vs Introversion (I):

Dari mana kita memperoleh energi — dari interaksi sosial atau dari ruang sunyi dalam diri?

2.    Sensing (S) vs Intuition (N):

Apakah kita lebih nyaman dengan fakta konkret atau mengikuti intuisi dan imajinasi?

3.    Thinking (T) vs Feeling (F):

Apakah kita memutuskan lewat logika objektif atau dengan mendengarkan nilai dan empati?

4.    Judging (J) vs Perceiving (P):

Apakah kita suka jadwal dan rencana, atau lebih nyaman dengan spontanitas dan fleksibilitas?

Tipe INFP seperti Livia mencerminkan pribadi yang pendiam namun kaya dunia batin, yang menilai hidup lewat makna, bukan angka.

Keempat dimensi ini melahirkan 16 tipe kepribadian.

Seperti 16 pintu berbeda menuju kedewasaan jiwa.

MBTI bukan untuk mengotakkan manusia. Ia adalah peta.

Yang mengajarkan bahwa setiap langkah mengenal diri adalah sah —asal seirama dengan denyut batin kita sendiri.

-000-

Namun pertanyaan Livia terus bergema.

“Bagaimana jika jiwaku tak hanya bergerak di empat sumbu itu? Bagaimana dengan nuansa lain yang tak terjangkau MBTI?”

Di sinilah muncul teori lain.

Jika MBTI adalah peta, maka Big Five Personality Traits — atau OCEAN — adalah kompas yang membaca gradasi arus batin.

OCEAN adalah singkatan dari:

* O – Openness (Keterbukaan pada pengalaman),

* C – Conscientiousness (Kecermatan dan tanggung jawab),

* E – Extraversion (Kebutuhan berinteraksi dan mengekspresikan diri),

* A – Agreeableness (Keramahan dan empati),

* N – Neuroticism (Stabilitas emosi dan kecenderungan cemas).

Bukan kotak, tapi spektrum.

Bukan label, tapi lanskap yang terus berubah sesuai musim jiwa.

Neuroticism (N) dalam Big Five adalah spektrum yang mengukur seberapa sering seseorang:

* Merasakan kecemasan eksistensial
(seperti Livia yang "terdiam" melihat hasil MBTI)

* Mengalami fluktuasi emosi (naik-turun antara keputusasaan halus dan semangat menulis)

* Membaca situasi sebagai ancaman (perasaan "ruang kosong" di balik kesuksesan korporatnya)

Knowing Myself+Healing merajut keduanya:

Tes klasik dan sains yang terus bernafas.

Di sini, kepribadian bukan akhir cerita,

Tapi sungai yang mengalir — mencari makna sejati.

-000-

Meski kritik berdatangan, MBTI tetap bertahan.

Ia menyentuh sesuatu yang lebih dalam dari sekadar angka statistik:

Rasa lapar manusia untuk memahami diri.

Kini, di era algoritma dan big data, MBTI diadaptasi ke berbagai platform.

Dipakai oleh LinkedIn, CareerFinder, dan ratusan aplikasi lainnya.

Namun esensinya tak berubah:

MBTI tetap tentang satu hal — membantu manusia menandai arah pulang ke dalam dirinya sendiri.

-000-

Setelah malam itu, Livia mulai membuat keputusan kecil.

Ia tetap bertahan di dunia korporat. Namun kini ia juga:

* Menulis cerita pendek saat malam,

* Bergabung dalam komunitas literasi,

* Menjadi relawan untuk anak-anak yang kehilangan arah.

Langkah-langkah kecil, namun dalam.

Setiap langkah menjahit sobekan di dalam dirinya sendiri.

Kini, ia tak sekadar “berhasil” dalam definisi luar.

Ia hidup dalam definisi batinnya.

Di jurnal pribadinya, Livia menulis:

“Mungkin aku tidak pernah benar-benar tersesat.

Mungkin aku hanya perlu mendengarkan — dengan lebih dalam, dengan lebih sabar.”

-000-

Di dunia yang mengukur segalanya — produktivitas, pendapatan, jumlah followers —MBTI mengingatkan kita:

Ada sesuatu yang tak bisa dihitung. Hanya bisa dirasakan: kesetiaan kepada diri sendiri.

Tidak semua orang menemukan panggilannya dalam sekali tes.

Tidak semua perjalanan akan mulus.

Namun setiap upaya untuk mengenal diri,

adalah upaya menyalakan lilin kecil dalam samudra gelap dunia.

Dan mungkin, pada akhirnya —bukan teknologi, bukan kapital, bukan kekuasaan —tetapi lilin-lilin kecil itulah

yang akan menjaga dunia tetap manusiawi.

Maka pulanglah. Pulanglah kepada dirimu sendiri. Dan mekar dari sana.***

Jakarta, 9 Mei 2025

CATATAN

1 Lebih jauh tentang asal usul MBTI:

https://eu.themyersbriggs.com/en/tools/MBTI/Myers-Briggs-history

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/1CcLqyeQDy/?mibextid=wwXIfr

Halaman:

Berita Terkait