DECEMBER 9, 2022
Kolom

Kepemimpinan Transformatif ala Dedi Mulyadi

image
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Foto: Istimewa)

Oleh Gunawan Trihantoro*

ORBITINDONESIA.COM - Di tengah krisis keteladanan dalam kepemimpinan, sosok Dedi Mulyadi muncul sebagai representasi gaya kepemimpinan yang berbeda. Ia tidak hanya bicara soal kekuasaan, tapi tentang cara mengubah kehidupan rakyat dari akar rumput.

Mantan Bupati Purwakarta ini dikenal luas karena pendekatannya yang unik. Ia lebih sering turun langsung ke lapangan, berdialog dengan rakyat kecil, bahkan tanpa protokoler yang kaku.

Baca Juga: Pilkada Jawa Barat, Survei Indikator Politik: Ridwan Kamil Dibuntuti Dedi Mulyadi

Dedi tidak hadir sebagai pejabat yang minta dilayani, melainkan pelayan rakyat yang hadir dengan empati. Video-videonya yang viral memperlihatkan kepekaannya terhadap penderitaan masyarakat bawah.

Dalam teori kepemimpinan, gaya ini disebut kepemimpinan transformatif. Pemimpin transformasional tidak hanya memimpin dengan instruksi, tapi juga memberi inspirasi dan teladan nyata.

James MacGregor Burns, tokoh penting dalam studi kepemimpinan, menyebut pemimpin transformatif sebagai sosok yang mampu mengangkat kesadaran dan motivasi pengikutnya. Dedi Mulyadi melakukan itu melalui tindakan langsung.

Baca Juga: Pilkada Jawa Barat: Dedi Mulyadi Katakan KIM Tetap Solid Dukung Dirinya sebagai Bakal Calon Gubernur

Alih-alih membangun citra melalui pencitraan di media, Dedi memilih jalan lain: hadir secara nyata. Ia duduk bersama pedagang kaki lima, makan bersama tukang becak, dan membantu masyarakat tanpa menunggu anggaran resmi turun.

Kepemimpinan seperti ini bukan sekadar simbol. Ini adalah bentuk komunikasi politik yang menyentuh nurani. Ia tidak membangun menara gading, tapi jembatan antara rakyat dan pemerintah.

Keterlibatan langsung Dedi dalam kehidupan rakyat membuatnya dicintai, bahkan oleh mereka yang berbeda pandangan politik. Ia tidak mudah menghakimi, tapi mendengarkan dengan empati.

Baca Juga: Pilkada Jawa Barat 2024: Puluhan Warga Batak Sampaikan Dukungan Kepada Dedi Mulyadi

Dalam setiap langkahnya, Dedi menyisipkan nilai-nilai budaya Sunda. Ia bicara dalam bahasa rakyat, menggunakan filosofi lokal seperti silih asah, silih asih, silih asuh sebagai fondasi moral kepemimpinan.

Gaya Dedi mengingatkan kita pada prinsip leadership by walking around. Ia memimpin sambil berjalan, menyerap keluhan, melihat fakta, dan merasakan denyut kehidupan nyata.

Ketika banyak pemimpin duduk di balik meja, sibuk dengan data dan laporan, Dedi memilih menyentuh realitas. Ia tidak anti teknologi, tapi tetap percaya bahwa kehadiran fisik membawa pengaruh yang lebih kuat.

Baca Juga: Pilkada 2024, Denny JA: Khofifah Tersenyum di Jatim, Dedi Mulyadi Tertawa di Jabar, Andi Sudirman Bahagia di Sulsel

Kepemimpinan transformatif tidak lahir dari kemewahan. Ia tumbuh dari kepekaan sosial, keberanian mengambil keputusan, dan ketulusan dalam melayani.

Yang menarik, Dedi juga tidak alergi kritik. Ia membuka ruang dialog dengan para pembencinya, menjawab dengan sikap santun, dan tetap menjaga etika.

Keteladanan seperti ini menjadi penting di tengah arus kepemimpinan yang sering terjebak dalam populisme semu. Dedi menunjukkan bahwa populer bisa dicapai tanpa manipulasi.

Baca Juga: Pasar Malam Jawa Barat Sambut Kemenangan Dedi Mulyadi

Karakternya yang tenang, tetapi tegas, membuatnya disegani. Ia bukan pemimpin yang gemar berteriak, tapi yang mampu membuat orang mendengarkan karena integritasnya.

Di banyak tempat, pemimpin sibuk dengan pencapaian proyek fisik. Sementara Dedi, sibuk membangun jembatan sosial, menghapus sekat antara rakyat dan pemimpin.

Kepemimpinan seperti ini menantang paradigma lama. Ia tidak datang dengan narasi program, tapi dengan aksi konkret yang menjawab kebutuhan riil rakyat.

Baca Juga: Gubernur Dedi Mulyadi Minta ASN Jawa Barat Masuk Kerja Lebih Pagi dan Pulang Siang Selama Ramadan

Dedi membuktikan bahwa menjadi pemimpin tidak harus selalu serius secara formal. Dengan gaya santainya, ia justru lebih mengena dan membumi.

Gaya blusukan Dedi bukan basa-basi. Ia membawa solusi nyata—memberikan bantuan langsung, menyelesaikan masalah secara cepat, dan seringkali keluar dari pola birokrasi lambat.

Dalam konteks Indonesia yang kompleks, kepemimpinan seperti ini sangat relevan. Ia menunjukkan bahwa kedekatan emosional lebih penting daripada sekadar kedekatan geografis.

Baca Juga: Jacob Ereste: Makan Bergizi Gratis Lebih Ideal Diselenggarakan Keluarga Siswa Seperti Usul Dedi Mulyadi

Transformasi sosial yang dibangun Dedi terjadi lewat interaksi mikro. Ia menjadikan setiap pertemuan sebagai peluang untuk mengubah pola pikir dan memperkuat solidaritas.

Banyak orang menganggap gaya Dedi sebagai panggung politik. Tapi jika diperhatikan, konsistensinya sudah dibangun sejak lama—jauh sebelum media sosial memviralkan kegiatannya.

Ia tidak membagi bantuan sambil berorasi. Ia datang, mendengarkan, dan mengeksekusi dengan cepat. Seringkali tanpa kamera, karena baginya kemanusiaan bukanlah pertunjukan.

Baca Juga: Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi: Rumah Panggung Jadi Solusi Atasi Banjir Langganan

Jika ditanya apa yang membuat Dedi berbeda, jawabannya sederhana: ketulusan. Ia tidak menjual janji, tapi mempraktikkan nilai-nilai pemimpin sejati.

Dalam situasi bangsa yang kerap diliputi sinisme terhadap pejabat publik, kehadiran pemimpin seperti Dedi menjadi oase harapan. Bahwa masih ada pemimpin yang mau “berkeringat” bersama rakyat.

Kepemimpinan transformatif bukan tentang membangun karisma instan. Tapi tentang konsistensi, keberanian menyuarakan suara terbawah, dan kemampuan memanusiakan manusia.

Baca Juga: Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi Akan Minta Pakar Evaluasi Kegiatan Ekonomi di Pegunungan

Dedi Mulyadi, dengan segala kesederhanaannya, telah mengajarkan satu hal: bahwa kepemimpinan adalah panggilan nurani, bukan sekadar posisi dan jabatan.

Kita butuh lebih banyak pemimpin seperti dia—yang tidak sekadar hadir saat kampanye, tapi tetap setia membersamai rakyat bahkan ketika sorotan kamera telah padam.

*Gunawan Trihantoro, Ketua Satupena Blora dan Sekretaris FKEAI Jawa Tengah. ***

Halaman:

Berita Terkait