DECEMBER 9, 2022
Kolom

Refleksi 25 Tahun Otonomi Daerah, Perjuangan yang Belum Usai

image
Pjs Ketua Umum Apkasi Mochamad Nur Arifin menyampaikan Hari Otonomi Daerah masih relevan dan amat penting diperingati. (ANTARA/HO-Apkasi)

ORBITINDONESIA.COM - Dua puluh lima tahun setelah reformasi, otonomi daerah tetap menjadi medan perjuangan yang belum usai.

Otonomi daerah bukan sekadar soal teknis administrasi atau pengalihan kewenangan, melainkan pertaruhan besar tentang masa depan demokrasi, kesejahteraan rakyat, dan kedaulatan bangsa.

Di tengah berbagai perubahan regulasi dan dinamika politik nasional, bangsa ini sepertinya perlu kembali mengajukan pertanyaan mendasar, untuk apa otonomi daerah diperjuangkan?

Baca Juga: Tito Karnavian: Akhir Oktober 2022, Tiga Daerah Otonomi Baru di Papua Diresmikan

Apakah ia hanya soal pembagian tugas dan anggaran? Atau lebih dalam lagi, soal pengakuan terhadap hak rakyat untuk mengurus dirinya sendiri, membangun tanahnya, dan menentukan nasibnya?

Ryaas Rasyid, salah satu arsitek utama otonomi daerah, mengingatkan bahwa cita-cita awal otonomi adalah membebaskan daerah agar kreatif dan berdaya.

Otonomi dirancang bukan untuk menjauhkan daerah dari negara, melainkan untuk memperkuat negara dengan membangun rakyat dari akar rumput.

Baca Juga: Tiga Penjabat Gubernur Daerah Otonomi Baru Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah Dilantik

Dalam konsep idealnya, kata dia, pemerintah pusat seharusnya sibuk dengan visi ke depan, berperan aktif di kancah global, bukan mengurusi hal-hal kecil yang semestinya sudah bisa diselesaikan oleh bupati dan walikota.

Menurut Ryaas, ketika pusat tidak sepenuhnya menyerahkan kewenangan dan fiskal, pada akhirnya akan membuat kepala daerah seakan terjebak dalam ketergantungan struktural dan sekadar peminta-minta yang jauh dari kata kreatif dan inovatif.

Sikap ini bukan hanya memperlambat kemajuan daerah, tetapi juga mengkhianati semangat reformasi itu sendiri. Sebab, otonomi adalah jembatan menuju kemakmuran rakyat.

Baca Juga: Terkait Efisiensi Anggaran, Pemerintah Aceh Berharap Dana Otonomi Khusus Aceh Tidak Dipotong

Dan hanya dengan rakyat yang makmur, nasionalisme sejati bisa tumbuh kuat. Nasionalisme bukan soal sentralisme kekuasaan, tetapi tentang rakyat yang sejahtera dan bangga atas tanah airnya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman  pernah menggarisbawahi kemunduran serius bisa terjadi melalui berbagai undang-undang sektoral dan kebijakan fiskal.Ia sempat menyampaikan kritik UU Nomor 23/2014 dan Inpres Nomor 1/2025 yang disebutnya berpotensi menggerus otonomi daerah.

Transfer ke daerah yang sudah diatur undang-undang bisa dikalahkan dengan sebuah Inpres. Menurut dia, ini jelas membatasi ruang gerak daerah.

Baca Juga: Kebakaran Hutan Melanda Daerah Pegunungan Jepang Barat, Picu Pengungsian

Desentralisasi yang dulu diperjuangkan kini terkikis perlahan, digantikan oleh mekanisme kontrol yang semakin ketat dari pusat. Padahal, tanpa ruang gerak yang cukup, daerah sulit mengembangkan potensi ekonominya, sulit melakukan inovasi, dan pada akhirnya, rakyatlah yang menanggung akibatnya.

Mayor Base Economy

Dalam perjalanan sejarah, ide tentang otonomi daerah telah lama tertanam dalam diskursus kebangsaan Indonesia.

Baca Juga: Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman: Bangun Daerah Masih Tergantung Dana Transfer dari Pusat

Mochamad Nur Arifin, Bupati Trenggalek yang kini juga menjabat sebagai Pjs Ketua Umum Apkasi, mengingatkan bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, gagasan tentang desentralisasi sudah diperkenalkan dalam Decentralisatie Wet tahun 1903 di era kolonial Belanda.

Bahkan di masa Sukarno-Hatta, perdebatan tentang negara kesatuan versus negara federal menunjukkan betapa mendasarnya isu ini dalam pembentukan identitas negara.

Lebih dari itu, Presiden Sukarno pada tahun 1960 menegaskan bahwa kuasa di daerah ada di tangan kepala daerah, bukan pejabat yang mewakili pemerintah pusat.

Baca Juga: Jakarta Susun Peraturan Daerah Atur Bantuan Sosial Untuk Pendatang

Ini menunjukkan betapa pentingnya pemberdayaan lokal dalam kerangka negara kesatuan. Bukan berarti negara menjadi tercerai-berai, tetapi justru diperkuat oleh basis rakyat yang berdaya.

Nur Arifin yang akrab disapa Cak Ipin itu mengajak bangsa ini untuk melihat otonomi daerah dalam kacamata yang lebih luas bahwa kedaulatan rakyat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 UUD 1945, harus diterjemahkan ke dalam pemerintahan yang benar-benar dekat dan berpihak kepada rakyat.

Desa, sebagai unit pemerintahan terdekat dengan rakyat, harus menjadi bagian integral dari pemaknaan otonomi. Sebab di sanalah, wajah nyata negara terlihat.

Baca Juga: Menteri ESDM Bahlil Lahadalia: Mudik Lebaran 2025 Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Posisi gubernur juga menjadi urgensi tersendiri untuk digarisbawahi. Ini penting karena gubernur memiliki dua fungsi yakni kepala daerah dan wakil pemerintah pusat. Inilah yang ke depan harus dipertegas lantaran bisa menimbulkan kompleksitas birokrasi yang menghambat pelayanan publik.

Sebagai bahan perbandingan, dalam buku berjudul The New China Playbook karya Keyu Jin, ditunjukkan bagaimana Tiongkok mendorong Mayor Base Economy atau ekonomi berbasis kekuatan lokal di bawah para bupati.

Strategi ini mendorong kompetisi sehat antardaerah, memacu inovasi lokal, dan mempercepat pertumbuhan nasional. Indonesia, dengan keberagaman daerah yang luar biasa, justru memiliki potensi jauh lebih besar jika berani mempercayakan pembangunan kepada kekuatan lokalnya.

Baca Juga: Kaesang Pangarep Minta Kepala Daerah Kader PSI Belajar dari Wali Kota Madiun Maidi

Di tengah berbagai tantangan ini, peran asosiasi seperti Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menjadi vital.

Direktur Eksekutif Apkasi Sarman Simanjorang menegaskan komitmen Apkasi untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dalam memperjuangkan kepentingan daerah. Ia menyatakan akan terus memperkuat peran sebagai jembatan komunikasi pemerintah pusat dan daerah.

Memang ke depan, Apkasi harus terus didorong komitmennya untuk terus memperjuangkan kepentingan daerah tanpa melupakan keutuhan nasional.

Baca Juga: Gubernur Pramono Anung Segera Perluas Jangkauan Angkutan Mikrotrans JakLingko Sampai Daerah Penyangga

Sebab ke depan, otonomi daerah masih akan menjadi kunci. Ia adalah jawaban terhadap ketimpangan pembangunan. Ia adalah jalan untuk membangun kekuatan nasional dari fondasi yang kokoh. Ia adalah manifestasi nyata dari kedaulatan rakyat.

Kini, tugas bangsa ini adalah menjaga semangat itu tetap hidup. Bukan dengan memperingati otonomi daerah sebagai seremoni tahunan, melainkan dengan membangun kesadaran kolektif bahwa tanpa daerah yang kuat, negara akan lemah. Tanpa rakyat daerah yang sejahtera, nasionalisme hanya akan menjadi slogan kosong.

Saatnya memulihkan keberanian itu untuk mempercayai rakyat, mempercayai daerah, dan membangun Indonesia dari kekuatan otonominya.

Baca Juga: Anggota DPR RI Ahmad Doli Kurnia: Daerah Istimewa Tak Pernah Ada di Bawah Tingkat Provinsi

(Oleh Hanni Sofia) ***

Halaman:

Berita Terkait