DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Menyibak Dua Sisi Wajah Museum Wayang di Kawasan Kota Tua Jakarta

image
Pengunjung menatap salah satu koleksi Museum Wayang. Museum Wayang kini memiliki wajah baru dengan tata pamer modern serta pengalaman imersif yang menggabungkan koleksi museum, elemen interaktif dan teknologi. ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan

ORBITINDONESIA.COM - Museum Wayang bersolek. Unsur modern dalam wujud pemanfaatan teknologi terbarukan menjadi wajah baru museum yang berada di kawasan Kota Tua Jakarta itu.

Namun, ini tak berarti menghilangkan elemen-elemen khas bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya tersebut. Hasilnya, hadirlah dua sisi wajah Museum Wayang yang bisa dinikmati berbarengan.

Salah satu elemen bangunan yakni tangga berbahan kayu jati di bangunan lama museum. Letaknya di sebelah kanan pintu masuk Museum Wayang, berada di bangunan lama yang bergaya Neo-Rennaissance.

Baca Juga: Kisah Ratusan Pejuang Kemerdekaan Bertahan Hidup di Boven Digoel dalam Pertunjukan Wayang Kertas

Bangunan itu diperkirakan dibangun pada tahun 1939 dan dulunya digunakan sebagai lahan dua Gedung gereja. Gereja tersebut adalah Gereja Salib (Kruyskerk) dan Gereja Belanda Baru atau Kubah (Koppelkerk).

Desain tangga kayu peninggalan Belanda itu menjadi kekuatan utama bangunan tersebut. Baik bahan material, struktur, ralling (pegangan) maupun pijakan anak tangga menggunakan kayu Jati. Sementara desain ukiran dan penggunaan warna tangga menyiratkan kesan mewah pada masanya.

Semula, tangga tersebut tertutup koleksi wayang museum. Namun kini pengelola memutuskan untuk menonjolkannya sebagai bagian dari ornamen asli gedung yang dapat dinikmati pengunjung. Tangga tersebut menghubungkan bangunan lama dengan bangunan baru museum yang menjadi suguhan baru untuk pengunjung.

Baca Juga: Panglima TNI Yudo Margono: Perang Israel-Palestina Ibarat dalam Pewayangan Jawa Sudah Ampyak Awur-Awur

Tangga berbahan kayu itu senada dengan koleksi wayang yang juga berbahan kayu di bagian depan. Wayang kayu menjadi salah satu wujud kekayaan budaya nusantara yang memadukan keahlian ukir tangan dengan cerita-cerita epik seperti Mahabarata dan Ramayana.

Koleksi wayang kayu dan ratusan wayang lainnya dipamerkan dalam vitrin (lemari kaca) dengan desain minimalis tanpa ukiran. Pemilih desain seperti itu disengaja demi menonjolkan koleksi wayang yang jumlahnya ratusan itu.

Upaya menjadikan koleksi-koleksi sebagai bintang dalam pameran diperkuat dengan pemilihan warna dinding ruangan dengan nuansa putih dan cokelat muda.

Baca Juga: Semiotika dan Hermeunetika Patung Wayang Roboh di Depan Balaikota Surakarta.

Dinding ini merupakan dinding asli bangunan yang semula ditutupi dinding buatan. Namun, dinding buatan itu akhirnya dibongkar karena didapati kerusakan pada dinding asli.

Melangkah lebih jauh dari area wayang kayu, hamparan taman tersaji, dulunya diketahui sebagai lokasi makam Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon (J.P Coen). Informasi terkait sejarah bangunan hingga makam pun disajikan bagi penggemar ilmu sejarah.

Sorotan museum

Baca Juga: DKI Jakarta Pakai Teknologi Imersif di Museum Wayang

Ratusan koleksi wayang yang dipamerkan baik itu wayang kulit, wayang golek hingga wayang kayu punya cerita dan nilai sejarahnya tersendiri. Tak ada penambahan untuk koleksi yang ditampilkan, namun akan ada rotasi yang idealnya dilakukan setiap tiga bulan.

Di antara koleksi ini, wayang kulit Betawi salah satunya. Pengunjung diajak mengenal lebih dekat dengan cerita khas Jakarta yang diangkat dalam seni wayang, dengan tokoh-tokoh yang mewakili kehidupan masyarakat Betawi seperti Si Pitung.

Selain itu ada juga Wayang Khlitik yang terbuat dari kayu tipis. Nama "Khlitik" diambil dari suara khlitik-khlitik yang ditimbulkan saat wayang dimainkan.

Baca Juga: Gelaran Wayang Jogja Night Carnival #9 untuk Peringati HUT Yogyakarta Ditargetkan Gaet 40 Ribu Penonton Lebih

Koleksi lainnya yakni wayang mancanegara yang dipresentasikan dengan sentuhan budaya lokal. Pengunjung diajak menyaksikan bagaimana wayang nusantara menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan seni wayang di berbagai belahan dunia.

Setelahnya, pengunjung bisa beralih pada ruang interaktif imersif di yang berada di gedung baru museum. Satu pembeda yang kentara yakni fasilitas ramah disabilitas berupa tangga dengan bidang lebar dan kemiringan tertentu (ramp).

Fasilitas tersebut diperuntukkan bagi pengunjung disabilitas fisik yang menggunakan kursi roda untuk menuju ke lantai dua museum, yakni ruang imersif berada.

Baca Juga: Museum Nusa Tenggara Barat Gelar Pertunjukan Wayang Sasak, Menjaga Tradisi Budaya Masyarakat Pulau Lombok

Ruang interaktif imersif menggabungkan koleksi museum, elemen interaktif, dan teknologi. Ruang imersif ini dilengkapi area super hologram, ruang Imersif 360, dan permainan interaktif.

Ini menjadi cara menikmati wayang dengan baru dan menanggalkan kesan kuno, kata pemandu sekaligus Staf Operator Imersif Museum Wayang Bayu Nuradiyo.

Pada ruang imersif 360, pengunjung dibawa menyelami pengalaman seakan berada di dalam pagelaran wayang. Dinding dan lantai pada ruang itu diproyeksikan bergerak dilengkapi tata suara, mengikuti cerita wayang yang ditayangkan di sana, yakni saat Pandawa diusir dari Kerajaan Hastinapura.

Baca Juga: Pertunjukan Wayang Kulit Selama 15 Hari 15 Malam di Taman Mini Pecahkan Rekor Museum Rekor Indonesia

Sementara pada area super hologram, pengunjung diajak menyaksikan film tentang negeri di awan.

Kegiatan pemanfaatan teknologi informasi untuk pengembangan museum menjadi salah satu kegiatan unggulan Dinas Kebudayaan pada tahun anggaran 2024. Kegiatan ini diharapkan mampu menjawab tantangan kota global dengan mendekatkan museum dengan teknologi, seperti dikatakan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary.

Setidaknya perlu waktu sekitar satu tahun untuk mewujudkan tampilan wajah baru Museum Wayang. Dinas Kebudayaan DKI melibatkan para pakar termasuk ahli sejarah, wayang, dan tim cagar budaya.

Baca Juga: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Dorong Aceh Lahirkan Museum Islam

Adapun pendekatan teknologi juga diharapkan mampu membawa lebih banyak pengunjung muda yang menjadi ujung tombak pelestarian budaya bangsa dan hal ini diamini Kepala Unit Pengelola Museum Seni Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Sri Kusumawati.

Sebagian besar pengunjung Museum Wayang yakni anak-anak serta pelajar, sementara sisanya pengunjung umum. Merujuk data kunjungan museum dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tahun 2024, jumlah pengunjung Museum Wayang mencapai 95.244 orang. Sementara tahun 2023 sebanyak 154.902 orang.

Kemudian seiring dengan upaya menyongsong Jakarta akan menjadi kota global, narasi pada koleksi museum pun ditampilkan dalam dua bahasa yakni Indonesia dan Inggris.

Baca Juga: Menbud Fadli Zon Optimistis Indonesia Bisa Jadi Negeri dengan Seribu Museum

Pada akhirnya, selain menjadi magnet bagi pengunjung muda, wajah baru Museum Wayang juga diharapkan dapat membantu memelihara bangunan bersejarah tersebut.

Harapannya bahkan seluruh bangunan-bangunan bersejarah di DKI Jakarta bisa lebih terpelihara, pun dengan koleksi-koleksi yang dimiliki sehingga bisa disajikan dengan baik kepada masyarakat, demikian kata Sri.

Lalu, setelah Museum Wayang, masyarakat tentu menantikan museum apalagi yang siap hadir dengan wajah baru.

Baca Juga: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Bentuk Dewan Pengawas Museum dan Cagar Budaya, Thomas Djiwandono dan Linda Djalil Masuk

(Oleh Lia Wanadriani Santosa) ***

Halaman:

Berita Terkait