Catatan Akhir Tahun Opini Publik LSI Denny JA: Publik Pro 7 Program, Tapi Sangat Kontra Pilkada Dipilih DPRD
- Penulis : Arseto
- Kamis, 26 Desember 2024 07:05 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Sebelum 100 hari pemerintahan, Prabowo Subianto sangat mengesankan publik.
Performanya di forum internasional, pidato publiknya atas banyak isu, dan peringatannya kepada koruptor meyakinkan pendukung utamanya bahwa Prabowo tak hanya potensial menjadi strong leader yang memajukan ekonomi.
Di mata pendukung militannya, Prabowo juga potensial tampil menjadi pemimpin dari Asia yang kuat.
Ia berpotensi dikenang sebagaimana Bung Karno, Deng Xioaping, Mahathir Mohamad, atau Lee Kuan Yew.
Namun, isu ia mengembalikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dipilih oleh DPRD akan mendapat kontra dan perlawanan yang kuat dari rakyat.
Susilo Bambang Yudhoyono pernah mencobanya dan membatalkannya. Bisa dilihat dokumen tahun 2014, lebih dari 80 persen publik ingin pilkada langsung. (1)
Baca Juga: LSI Denny JA Sebut Angka Golput Pilkada 2024 di 7 Provinsi Tinggi, Ini Alasannya
Demikian salah satu temuan riset LSI Denny JA, sebagai catatan akhir tahun 2024.
-000-
Dalam tahun pertamanya sebagai pemimpin, Prabowo Subianto meluncurkan banyak program utama yang menyasar sektor-sektor strategis, dari kesehatan sampai politik.
Program-program ini dihadirkan untuk menjawab tantangan bangsa sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bagaimana tanggapan publik terhadap inisiatif tersebut?
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA membuat analisis opini publik dengan memakai pendekatan berbasis teknologi.
Riset ini membatasi hanya pada delapan isu: bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, ekonomi, kesejahteraan, tenaga kerja, sosial, dan politik.
LSI Denny JA menemukan tujuh program yang didukung sentimen positif, sedangkan satu program mendapat tantangan signifikan dari masyarakat.
Metodologi riset:
LSI Denny JA memakai pendekatan analisis isi komputasional. Metode ini mampu mendeteksi topik dan sentimen publik berdasarkan kata kunci spesifik terkait setiap program.
Data diolah memakai aplikasi “LSI INTERNET,” sebuah inovasi teknologi LSI Denny JA, alat analisis yang dirancang untuk menggali opini publik di ruang digital.
Dalam penilaian sentimen, dipilih sentimen positif dan sentimen negatif saja. Yang netral tak disertakan.
Penelitian dijalankan selama satu bulan, dari 20 November sampai 20 Desember 2024.
Sumber data: Informasi dikumpulkan dari platform digital, termasuk: media sosial (Twitter, TikTok, Facebook), media online (news, blogs, videos, web), forum diskusi, dan podcast.
Riset ini menghasilkan gambaran kuantitatif berdasarkan jumlah percakapan dan persentase sentimen positif serta negatif yang muncul terhadap setiap program.
Riset juga dilengkapi dengan analisis kualitatif berdasarkan analisa pendapat ahli.
-000-
Hasil analisis delapan program kerja
Kesehatan Ibu Hamil
Program: Perbaikan kesehatan ibu hamil dan menyusui melalui bantuan gizi.
Frekuensi Percakapan: 2.505
Sentimen: Positif 53,7 persen, Negatif 46,3 peren
Analisis: Program ini diapresiasi karena menyasar kelompok rentan, yaitu ibu hamil dan anak. Namun, kritik muncul terkait realisasi di lapangan, terutama di daerah terpencil.
Pertanian
Program: Target swasembada pangan dengan mencetak sawah 4 juta hektare dalam 3-4 tahun.
Frekuensi Percakapan: 7.922
Sentimen: Positif 70,0 persen, Negatif 30,0 persen
Analisis: Publik optimistis dengan potensi program ini untuk meningkatkan ketahanan pangan. Namun, skeptisisme tetap ada terkait efisiensi anggaran dan target yang ambisius.
Pendidikan
Program: Alokasi anggaran besar untuk kesejahteraan guru dan rehabilitasi sekolah.
Frekuensi Percakapan: 17.925
Sentimen: Positif 71,6 persen, Negatif 28,4 persen
Analisis: Dukungan kuat muncul dari masyarakat, khususnya terkait kesejahteraan guru. Tantangan utamanya adalah memastikan distribusi anggaran yang adil.
Pertumbuhan Ekonomi
Program: Target pertumbuhan ekonomi 8 persen melalui tujuh sektor utama, termasuk transisi energi hijau.
Frekuensi Percakapan: 8.002
Sentimen: Positif 58,0 persen, Negatif 42,0 persen
Analisis: Transisi energi hijau menjadi sorotan positif. Namun, sebagian masyarakat skeptis terhadap realisasi target pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Stunting
Program: Penurunan prevalensi stunting dengan program makan bergizi gratis berbasis pangan lokal.
Frekuensi Percakapan: 2.264
Sentimen: Positif 52,7 persen, Negatif 47,3 persen
Analisis: Publik menyambut baik fokus pemerintah pada masalah stunting. Tantangan utamanya adalah distribusi program yang merata hingga daerah terpencil.
Perumahan
Program: Penyediaan 3 juta rumah, termasuk 2 juta rumah di desa melalui UMKM lokal.
Frekuensi Percakapan: 4.190
Sentimen: Positif 53,7 persen, Negatif 46,3 persen
Analisis: Program ini dianggap sebagai langkah maju untuk mengatasi perumahan bagi masyarakat miskin. Kritik muncul terkait pendanaan dan waktu realisasi.
Tenaga Kerja
Program: Kenaikan upah minimum nasional (UMN) sebesar 6,5 persen 2025.
Frekuensi Percakapan: 5.248
Sentimen: Positif 52,6 persen, Negatif 47,4 persen
Analisis: Pekerja menyambut kenaikan UMN ini dengan baik, sementara pengusaha khawatir dampaknya pada daya saing.
Politik
Program: Wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD untuk efisiensi biaya.
Frekuensi Percakapan: 1.629
Sentimen: Positif 23,7 persen, Negatif 76,3 persen
Analisis: Program ini mendapat kritik tajam dari publik yang khawatir akan melemahkan demokrasi dan meningkatkan risiko korupsi.
-000-
Riset LSI Denny JA menunjukkan bahwa program kerja Prabowo Subianto mayoritas mendapat tanggapan positif dari masyarakat.
Tujuh dari delapan program mendapat sentimen positif yang lebih besar, terutama program pendidikan dan pertanian.
Namun, wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD menuai kritik besar, menjadi program dengan sentimen negatif sangat tinggi.
-000-
Kesimpulan dan analisis
1. Prioritaskan Implementasi: Fokus pada pelaksanaan program yang telah mendapat dukungan positif, seperti pendidikan dan pertanian, untuk menjaga momentum kepercayaan publik.
2. Peningkatan Transparansi: Pastikan semua program memiliki mekanisme pengawasan yang kuat untuk menghindari penyimpangan.
3. Fokus pada Inklusi Daerah: Pastikan program seperti stunting dan kesehatan ibu hamil menjangkau masyarakat di daerah terpencil.
4. Prabowo sebaiknya menghindari isu Pilkada dipilih DPRD. Politik Indonesia yang presidensial tak bisa disamakan dengan India, Singapura, atau Malaysia yang parlementer.
Dalam sistem presidensial, kepala eksekutif (presiden) dipilih langsung oleh rakyat. Sedangkan dalam sistem parlementer, kepala eksekutifnya (perdana menteri) dipilih parlemen, dan ia juga anggota parlemen.
Di tahun 2014, upaya Pilkada dipilih DPRD pernah dicoba, tapi akhirnya dibatalkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Survei opini publik waktu itu menunjukkan lebih dari 80 persen rakyat menolak hak mereka memilih langsung pemimpin dicabut.
Rakyat akan mudah sekali membalikkan dukungannya karena merasa hak mereka untuk memilih pemimpin diambil alih.
Jika ratusan kepala daerah dipilih DPRD, siapa yang akan menjadi gubernur, wali kota, dan bupati sepenuhnya hanya masalah “kesepakatan” 3-5 ketua umum partai politik di Jakarta saja.
Pemilihan kepala daerah akan sangat elitis untuk sistem politik presidensial.
-000-
Pro kontra Pilkada Langsung Versus Pilkada Lewat DPRD
Pilkada langsung telah membawa kemajuan dalam demokrasi, memungkinkan rakyat memilih pemimpin sesuai aspirasi.
Tantangan besar terus menghantui, seperti money politics yang meluas, tingginya biaya kampanye, dan meningkatnya angka golongan putih.
Politik uang merusak integritas demokrasi, mengalihkan fokus kandidat dari pelayanan publik ke modal politik.
Biaya kampanye yang besar memaksa kandidat bergantung donatur, membuka potensi konflik kepentingan.
Selain itu, partisipasi pemilih yang menurun di beberapa wilayah menunjukkan lemahnya kepercayaan publik kepada proses politik.
Namun, menghapus Pilkada langsung adalah langkah mundur. Pilkada langsung memaksa pemimpin untuk bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada partai.
Isu seperti money politics dapat diatasi dengan reformasi regulasi: memperketat pengawasan dana kampanye, meningkatkan transparansi anggaran kandidat, serta memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran.
Penyelenggaran Pilkada juga dapat dibuat di tahun yang berbeda dibanding pemilu nasional (presiden, DPR).
Menyelenggarakan Pilkada setelah dan di tahun yang sama dengan Pilpres dan Pemilu legislatif acapkali membuat Pilkada hanya mendapat sisa energi politik dari pemilih.
Tantangan Pilkada langsung tidak berarti menyerahkan kepada daerah dipilih oleh DPRD yang berbeda dengan sistem politik presidensial. Sebaliknya, solusi strategis diperlukan untuk memperkuat kepercayaan rakyat dan integritas proses.
Pilkada langsung, dengan segala kekurangannya, tetap lebih baik daripada Pilkada lewat DPRD yang rentan korupsi dan oligarki.
Dalam Pilkada langsung, ratusan ribu bahkan jutaan orang menentukan siapa kepala daerah terpilih. Tapi dalam Pilkada lewat DPRD, yang menentukan kepada daerah terpilih di tangan instruksi dan “kongkow” 3-4 ketua umum partai saja di Jakarta.
Apalagi di mata rakyat banyak, mengubah Pilkada langsung menjadi dipilih DPRD dipahami sebagai upaya mengambil alih hak mereka untuk memilih kepala daerahnya secara langsung.
Melalui dominasi di DPR, tentu saja membuat undang-undang Pilkada diubah menjadi dipilih oleh DPRD sangat bisa dilakukan pemerintahan Prabowo. Tapi luka rakyat akan membuat Prabowo dinilai negatif oleh sejarah, dalam jangka panjangnya.
Potensi merosotnya dukungan publik kepada Prabowo akibat isu Pilkada oleh DPRD adalah harga yang terlalu mahal.
Prabowo, untuk aneka program besarnya, apalagi di tahun-tahun pertama, perlu dukungan publik. Dengan dukungan publik yang besar, Prabowo diharapkan mampu menjadikan Indonesia “Macan dari Asia.”
Prabowo sendiri potensial dikenang sekelas dengan pemimpin legenda Asia lain, seperti Mahathir, Deng Xiaoping, dan Lee Kuan Yew, jika ia sukses memajukan ekonomi Indonesia ke peringkat 10 besar ekonomi dunia misalnya, dan tidak membuat kebijakan yang dianggap berlawanan dengan semangat reformasi. ***
Referensi
1. Lebih dari 80 persen pemilih menolak pilkada dipilih DPRD, di tahun 2014.