OJK, Ismail Riyadi: Tren Pelonggaran Kebijakan Moneter Dewasa Ini Akibat Stabilitas Sektor Jasa Keuangan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 03 Oktober 2024 02:30 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Tren pelonggaran kebijakan moneter dewasa ini adalah salah satu akibat stabilitas sektor jasa keuangan.
"Stabilitas sektor jasa keuangan terjaga di tengah tren pelonggaran kebijakan moneter," kata Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) M Ismail Riyadi dalam keterangan persnya yang disampaikan di Makassar, Rabu, 2 Oktober 2024.
Dia mengatakan, stabilitas sektor jasa keuangan terjaga stabil dan pasar keuangan menguat di tengah sentimen positif akibat periode 'cut cycle' bank sentral, namun prospek aktivitas perekonomian dunia melemah.
Baca Juga: 20 Fakta Krisis Moneter yang Pernah Terjadi di Indonesia, Ekonomi Era Habibie hingga Megawati Mandek
Pertumbuhan ekonomi terindikasi mengalami penurunan di mayoritas negara utama (syncronised slowdown) seperti Amerika Serikat diikuti Tiongkok.
Tekanan perekonomian Eropa juga semakin dalam terlihat dari penurunan outlook pertumbuhan dan proyeksi inflasi yang meningkat.
Perkembangan tersebut mendorong bank sentral global memulai siklus penurunan suku bunga yang cukup agresif.
The Fed menurunkan Fed Funds Rate sebesar 50 bps, yang secara historis pernah dilakukan pada saat global financial crisis 2008 dan pandemi 2020.
Kebijakan moneter global yang akomodatif tersebut mendorong kenaikan likuiditas di pasar keuangan, tercermin dari penguatan pasar keuangan global di mayoritas negara.
"Aliran modal cukup besar ke pasar keuangan emerging market mulai terjadi, termasuk ke pasar keuangan Indonesia," katanya.
Baca Juga: BNI Raih Penghargaan Program Literasi Terbaik dari Otoritas Jasa Keuangan
Dia mengatakan, untuk domestik, kinerja perekonomian masih terjaga stabil di tengah penurunan pertumbuhan ekonomi global.
Hal itu tergambar dari inflasi yang terpantau sehingga dapat terjaga stabil seiring mulai terkendali inflasi pangan, serta neraca perdagangan mencatatkan peningkatan surplus sejak Juli 2024.
Selain itu, langkah Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 25 bps ke level 6 persen diharapkan dapat meningkatkan likuiditas perekonomian domestik dan memperkuat kapasitas LJK dalam menyalurkan pembiayaan.***