DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Serangan Bom Bunuh Diri di Kedutaan Rusia di Kabul Tewaskan 2 Diplomat

image
Ilustrasi bom bunuh diri

ORBITINDONESIA - Sebuah bom bunuh diri di luar Kedutaan Besar Rusia di ibu kota Afganistan, Kabul, pada Senin, 5 September 2022, menewaskan dua anggota staf kedutaan dan setidaknya satu warga sipil Afghanistan, dalam serangan langka terhadap misi diplomatik asing di Afganistan.

Serangan bom bunuh diri terjadi di pintu masuk bagian konsuler kedutaan, di mana warga Afganistan sedang menunggu berita tentang pengajuan visa mereka. Demikian menurut Kementerian Luar Negeri Rusia dan kantor berita negara RIA Novosti.

Seorang diplomat Rusia muncul dari gedung untuk memanggil nama-nama calon penerima visa ketika ledakan bom bunuh diri terjadi, kata badan tersebut.

Baca Juga: Liga Champions: Glasgow Celtic vs Real Madrid, Prediksi Skor, Head to Head, Susunan Pemain, dan Link Streaming

Kelompok Negara Islam (ISIS) mengaku bertanggung jawab pada Senin malam, dengan mengatakan seorang gerilyawan yang mengenakan sabuk bom meledakkan bom itu di pintu masuk kedutaan.

Itu adalah yang terbaru dalam serangkaian pemboman dan serangan lainnya, sejak Taliban merebut kekuasaan setahun lalu. Taliban menggulingkan pemerintah yang didukung Barat dan mengakhiri pemberontakan 20 tahun mereka.

Namun, pemboman hari Senin tampaknya menjadi yang pertama menargetkan misi diplomatik asing di Kabul sejak pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.

Kampanye serangan sebelumnya sebagian besar menargetkan posisi Taliban atau masjid kelompok minoritas, terutama Syiah. Sebagian besar serangan bom itu telah dituduhkan pada afiliasi kelompok ISIS di Afganistan.

Baca Juga: Yuk Kenalan Lebih Jauh Dengan Sistem Pembagian Radio

ISIS menentang Taliban dan menyimpan kebencian yang mematikan terhadap Syiah. ISIS menganggap mereka sesat. Tidak segera jelas mengapa gerilyawan ISIS menargetkan Kedutaan Besar Rusia secara khusus.

Misi Rusia adalah salah satu dari hanya beberapa misi internasional yang masih beroperasi dan melakukan layanan konsuler di Kabul — dan satu-satunya di Eropa.

Sebagian besar negara menutup kedutaan mereka, ketika Taliban merebut Kabul pada Agustus 2021, saat AS dan NATO menarik pasukan mereka. Tidak ada negara yang mengakui pemerintahan Taliban.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut ledakan itu "tindakan teroris, sama sekali tidak dapat diterima."

Baca Juga: Liga Champions: PSG vs Juventus, Lengkap Dengan Prediksi Skor, Head to Head, Susunan Pemain, dan Link Nonton

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, kedutaan meningkatkan keamanannya setelah serangan itu dan otoritas Taliban tambahan, termasuk agen intelijen, dibawa masuk.

“Mari kita berharap penyelenggara aksi teroris ini dan para pelakunya dihukum,” kata Lavrov.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, seorang militan tak dikenal meledakkan alat peledak tepat di luar pintu masuk bagian konsuler.

Dikatakan dua anggota misi diplomatik tewas, "dan ada juga korban di antara warga Afghanistan."

Baca Juga: Pertamina Upayakan Agar Lebih Banyak Masyarakat di Sulawesi Membeli BBM Dengan QR Code

Juru bicara kepolisian Kabul, Khalid Zadran, mengatakan setidaknya satu warga sipil Afganistan tewas dan 10 lainnya terluka.

Zadran mengatakan, pasukan keamanan melihat dan menembak pelaku bom bunuh diri sebelum dia bisa mendekati kerumunan di luar kedutaan.

Tidak segera jelas apakah penyerang dapat memicu ledakan sebelum ditembak, atau apakah justru tembakan itu yang meledakkan bahan peledak.

Serangan terhadap kedutaan jarang terjadi, bahkan selama perang dua dekade antara Taliban dan pemerintah yang didukung Barat.

Baca Juga: Vitalnya Sektor Transportasi, Konektivitas dan Upaya Memperkuat Ketahanan Nasional

Pada 2017, Taliban meledakkan bom truk besar di sebuah distrik di mana banyak gedung pemerintah dan kedutaan berada. Ini menewaskan lebih dari 90 warga Afganistan dan merusak Kedutaan Besar Jerman di dekatnya.

Pada 2015, sebuah bom mobil Taliban meledak di sebelah Kedutaan Besar Spanyol, menewaskan seorang penjaga keamanan.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada akhir Juni bahwa Rusia sedang mencoba untuk membangun hubungan dengan Taliban dan bahwa Rusia ingin melihat semua kelompok etnis di Afganistan mengambil bagian dalam menjalankan negara.

Meskipun Moskow telah menetapkan Taliban sebagai kelompok teroris, Taliban memiliki perwakilan di Rusia dan sebuah delegasi menghadiri Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg baru-baru ini.***

Berita Terkait