Mahkamah Konstitusi Thailand Pertimbangkan Tiga Kasus Politik yang Libatkan PM Srettha Thavisin
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 19 Juni 2024 09:53 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Mahkamah Konstitusi Thailand pada Selasa, 18 Juni 2024 telah mempertimbangkan tiga kasus politik utama yang melibatkan Perdana Menteri Srettha Thavisin, oposisi utama Partai Move Forward (MFP), dan proses pemilihan anggota dewan baru.
Terhadap kasus pemecatan Perdana Menteri Srettha Thavisin, pengadilan Thailand telah memerintahkan pihak-pihak terkait untuk memberikan pendapat, bukti tambahan dalam waktu 15 hari dan telah menjadwalkan sidang berikutnya pada 10 Juli.
Kasus yang menimpa Srettha Thavisin menyusul pengaduan 40 anggota dewan yang menuduh bahwa ia melanggar konstitusi dengan menunjuk Phichit Chuenban, yang pernah divonis bersalah sebagai Menteri Kantor Perdana Menteri.
Kasus kedua yang dapat berujung pada pembubaran Partai Move Forward yang reformis dijadwalkan untuk sidang berikutnya pada 3 Juli 2024.
Kasus ini bermula dari pengaduan Komisi Pemilihan Umum Thailand, yang menuduh MFP melanggar hukum dengan mengkampanyekan reformasi hukum penghinaan kerajaan.
Mengenai pemilihan anggota dewan baru yang beranggotakan 200 orang, pengadilan dengan suara bulat memutuskan tindakan organik dalam pemilihan tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi, sehingga pemilihan anggota dewan nasional pada tanggal 26 Juni 2024 dapat dilanjutkan.
Wakil Presiden Eksekutif Pertama dan Chief Strategy Officer di Siam Commercial Bank Somprawin Manprasert mengomentari peristiwa politik saat ini, dan menyatakan hal tersebut mungkin berdampak pada perekonomian secara keseluruhan.
Namun permasalahan krusialnya adalah ketidakpastian kebijakan politik yang mempengaruhi strategi pemerintah, yang pada akhirnya mempengaruhi kebijakan ekonomi.
Dia mengatakan, di tengah ketidakpastian global, hal ini akan semakin meningkatkan ketidakpastian perekonomian Thailand.
Hal ini akan melemahkan kepercayaan investor dan mitra bisnis terhadap Thailand, sehingga menyebabkan mereka mencari negara lain dengan kebijakan yang lebih stabil.