Kuntum Khaira Riswan: Menyerukan Sistem Peringatan Dini Bencana di World Water Forum ke-10
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 26 Mei 2024 03:35 WIB
Urgensi
Upaya perlindungan masyarakat dunia dari bencana alam juga diserukan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), dengan meminta setiap negara memulai pembelian alat nasional dan memiliki pembiayaan untuk EW4AII.
Sekretaris Jenderal World Meteorological Organization (WMO) PBB Celeste Saulo mengakui bahwa pembelian alat untuk peringatan dini, memang menjadi tantangan yang besar untuk diterapkan.
Baca Juga: Maya Watono InJourney: F1Powerboat di Danau Toba 2-3 Maret 2024 Sedot Banyak Turis
Selain harga alat dan pemasangan alat yang mahal, sistem peringatan dini terhadap bencana juga harus menaruh perhatian khusus pada sistem pemantauan dan evaluasi sumber daya manusia agar dapat menjadi rujukan bagi pengambil keputusan dalam mendukung inisiatif sistem peringatan dini.
Besarnya tantangan penerapan sistem peringatan dini bencana sepertinya juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia.
Melansir data Layanan Pengadaan Secara Elektronik milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemasangan instrumen peringatan dini bencana banjir untuk Tahun Anggaran 2024 di 3 kota/kabupaten saja menelan harga Rp1,5 miliar.
Baca Juga: PT Aviasi Pariwisata Indonsia Berkomitmen Bangun Pariwisata Ramah Lingkungan di Danau Toba
Di sisi lain, alat pendeteksi bencana juga acap kali dirusak oleh masyarakat, salah satunya tercermin dari bencana erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat yang menelan puluhan korban jiwa akibat alat pemantauan gunung erupsi ternyata hilang akibat dicuri masyarakat.
Dalam konteks air sebagai salah satu sumber kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup di Bumi, tak banyak yang menyadari bahwa air juga perlahan terdorong ke ambang krisis.
Meskipun 70 persen permukaan Bumi ditutupi air, sekitar 2,2 miliar orang kekurangan akses terhadap air minum yang aman dan setengah populasi dunia tidak memiliki fasilitas sanitasi yang aman. UNICEF turut memperingatkan bahwa 700 balita meninggal setiap hari akibat tidak memiliki akses air dan sanitasi.
Sulitnya akses terhadap air semakin diperparah oleh perubahan iklim. Bahkan, air sudah menjadi salah satu “alat perang” karena Israel sengaja membatasi akses masyarakat di Palestina, khususnya Gaza, sebagai salah satu bentuk serangan.