Kuntum Khaira Riswan: Menyerukan Sistem Peringatan Dini Bencana di World Water Forum ke-10
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 26 Mei 2024 03:35 WIB
Digaungkan
World Water Forum ke-10 yang berlangsung di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pada 18-25 Mei 2024, yang dihadiri oleh 20 ribu delegasi dan partisipan dari 116 negara tentu harus dimanfaatkan untuk menggaungkan kesadaran akan pentingnya peringatan dini terhadap bencana.
Dari 279 sesi yang ada pada forum tiga tahunan tersebut, terdapat satu sesi high level panel yang didedikasikan khusus untuk membahas inisiatif status peringatan dini untuk semua (EW4AII).
Baca Juga: Maya Watono InJourney: F1Powerboat di Danau Toba 2-3 Maret 2024 Sedot Banyak Turis
Upaya melindungi seluruh masyarakat dunia dari bencana alam, termasuk krisis air, perlu upaya dari seluruh pihak, baik di tingkat global, regional, maupun nasional, hingga daerah. Di tingkat global, UNDRR memperkirakan kebutuhan dana untuk Rencana Aksi Eksekutif mencapai 3,1 miliar dolar AS (Rp49,7 triliun) selama periode 2022-2027.
Kemudian di tingkat regional adalah memperkuat koordinasi dan kolaborasi regional seputar cakupan peringatan dini, serta di tingkat nasional dan daerah dengan membangun momentum politik dan dukungan untuk mempertemukan seluruh lembaga pemerintah terkait dan perwakilan seluruh masyarakat.
Asisten Direktur Jenderal Ilmu Pengetahuan Alam UNESCO Lidia Arthur Brito menyerukan pentingnya kerja sama di tingkat regional dengan berbagi dan menggunakan ilmu pengetahuan secara terbuka.
Baca Juga: PT Aviasi Pariwisata Indonsia Berkomitmen Bangun Pariwisata Ramah Lingkungan di Danau Toba
Jika antarnegara tidak bisa bekerja sama dalam kerangka sains terbuka atau berbagi ilmu pengetahuan, maka masing-masing negara tidak akan benar-benar menggunakan pengetahuan terbaik yang dimiliki.
Padahal, jika ilmu pengetahuan yang dimiliki olah masing-masing negara bisa disatukan, dapat menjadi salah satu upaya terbaik untuk mendukung percepatan inisiatif peringatan dini terhadap peristiwa iklim atau EW4AII.
“Kita perlu berbagi pengetahuan antarnegara, institusi, akademisi, bahkan dengan sektor swasta, karena mereka memberikan tanggapan dan solusi, sebagian besar adalah solusi teknis dan infrastruktur,” kata Brito.
Khusus untuk konteks air, UNESCO sendiri sedang mempercepat implementasi Open Science in Water Sciences, sebuah platform yang menyediakan akses terbuka dan data terbuka. Platform tersebut juga menyediakan sumber perangkat lunak, sumber yang bisa digunakan dalam pengurangan risiko bencana melalui jaringan dan sistem informasi air yang dinamai IHP-WINS.