China Jelaskan Sikapnya yang Abstain Atas Resolusi Perluasan Mandat Panel Ahli PBB untuk Awasi Korea Utara
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 31 Maret 2024 00:09 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah China menjelaskan sikap "abstain" yang diambilnya, dalam pemungutan suara Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi resolusi baru, tentang perluasan mandat panel ahli yang bertugas memantau penegakan sanksi tahunan terhadap Korea Utara.
"Rancangan resolusi tersebut telah dipaksakan untuk melalui pemungutan suara dan anggota Dewan Keamanan (DK) PBB harus menyampaikan pendapatnya, ketika negara-negara yang menjadi sponsor masih punya waktu untuk berkonsultasi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian.
"Kondisi itu tidak baik untuk menjaga kewenangan Dewan Keamanan PBB," kata Lin Jian pada Jumat, 29 Maret 2024, seperti diakses dalam laman Kemlu China pada Sabtu, 30 Maret 2024.
Baca Juga: Rusia dan Korea Utara Semakin Akrab, Presiden Vladimir Putin akan Bertemu Menlu Choe Son Hui
DK PBB gagal mengadopsi resolusi baru untuk memperluas mandat panel ahli, yang bertugas memantau penegakan sanksi tahunan terhadap Korea Utara, setelah dalam pemungutan suara di Washington pada Kamis, 28 Maret 2024, sebanyak 13 negara mendukung resolusi, Rusia menggunakan hak veto dan China memilih abstain.
Karena Rusia yang menggunakan hak veto, maka mandat tersebut gagal diperpanjang satu tahun lagi. Padahal mandat panel akan berakhir pada 30 April 2025.
Kegagalan tersebut adalah yang pertama kalinya dan berpotensi terhadap pelemahan upaya global untuk mengekang ancaman nuklir dan rudal Pyongyang.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Waspadai Potensi Provokasi Korea Utara Jelang Pemilu April
"Di tengah ketegangan yang terus berlanjut di Semenanjung Korea, penerapan sanksi dan tekanan secara membabi-buta tidak akan menyelesaikan masalah," ungkap Lin Jian.
Lin Jian menyebut, penyelesaian politik adalah satu-satunya jalan keluar yang bisa dilakukan.
"Kami berharap Dewan Keamanan dan pihak-pihak terkait akan melakukan upaya konstruktif untuk mencapai tujuan ini," tambah Lin Jian.
Baca Juga: Pimpin Latihan Militer, Kim Jong Un: Korea Utara Bersiap Perang
Menghadapi kegagalan resolusi tersebut, anggota DK PBB melakukan negosiasi intens dengan Rusia, yang dikatakan telah mengusulkan klausul "sunset" untuk mengakhiri sanksi DK PBB terhadap Korea Utara. Tuntutan itu tidak dapat diterima oleh Korea Selatan, Amerika Serikat dan anggota DK PBB lain.
Mandat panel telah diperpanjang setiap tahun sejak diluncurkan pada 2009, sejalan dengan Resolusi DK PBB 1874, sebagai tanggapan terhadap uji coba nuklir kedua Korea Utara pada Mei di tahun yang sama.
Panel ahli PBB membantu Komite 1718 DK PBB mengawasi pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan kepada Korut, dan mencegah penguasa negara itu "terus mengembangkan program nuklir dan rudal yang berbahaya".
Baca Juga: Delegasi Rusia Kunjungi Korea Utara di Tengah Hubungan Mereka yang Kian Mesra
Dengan membantu Komite Sanksi DK PBB untuk Korea Utara, panel berfungsi sebagai "platform" kelembagaan utama untuk mengawasi sanksi terhadap Korea Utara.
Panel ahli telah menerbitkan dua laporan setiap tahun yang memuat contoh pelanggaran sanksi berdasarkan informasi dari negara-negara anggota PBB dan sumber terbuka lainnya.
Uni Eropa (UE) juga mengutuk keras veto Rusia dan meminta agar Rusia meninjau ulang keputusannya itu.
Baca Juga: Menlu Choe Son Hui: Korea Utara Akan Merespons Keras Campur Tangan Jepang, Terkait Isu Penculikan
UE menuding langkah Moskow adalah upaya menutupi kerja sama industri militernya dengan Korut, dan mendesak Rusia mempertimbangkan lagi keputusannya dan "terus bekerja sama dengan PBB dan negara-negara anggotanya dalam resolusi terkait DPRK".
Moskow berkali-kali membantah tudingan adanya kerja sama Rusia-Korea Utara dalam industri senjata ilegal dengan menyebutnya sebagai tuduhan tidak berdasar. ***