Topik Terkini di Dunia Jurnalistik: Pers dan Artificial Intelligence atau AI, Seteru atau Sekutu?
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 10 Februari 2024 06:46 WIB
Teknologi dalam bentuk apa pun tidak cuma memberikan manfaat, tetapi juga risiko. Jika manfaatnya jauh lebih besar daripada risikonya, teknologi itu akan berkembang dan digunakan orang.
Sebagai produk teknologi, AI menawarkan banyak hal kepada manusia, termasuk otomatisasi, efisiensi, inovasi, analisis, dan solusi.
Namun di lain sisi, AI juga berpotensi menimbulkan berbagai persoalan, misalnya soal etika, ancaman terhadap pekerjaan manusia, dan menciptakan peluang munculnya kejahatan-kejahatan baru.
Baca Juga: Jurnalis Dukung GARAMIN NTT Publikasikan Kaum Disabilitas
Jika dilihat dari skala penggunaannya, GenAI masih tergolong baru. Itulah sebabnya kenapa pengguna masih menemukan kekeliruan atau kesalahan pada konten yang dihasilkannya.
Dalam kondisi seperti ini, wajar jika penggunaan GenAI di bidang pers masih menjadi "buah simalakama". Tidak dipakai, tertinggal; dipakai, bisa menimbulkan masalah.
Belum diregulasi
Baca Juga: Usman Kansong: Jurnalisme Islam yang Tak Selesai Selesai
Berkaca pada persoalan yang masih ditimbulkan oleh AI penghasil konten, sejumlah negara dan kawasan telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatur penggunaanya, meski belum ada satu pun regulasi yang mengikat secara global.
Uni Eropa saat ini masih mematangkan undang-undang tentang kecerdasan buatan (AI Act) untuk melindungi kepentingan publik.
UU itu tidak hanya mengatur penggunaan AI dalam pembuatan konten, tetapi juga model AI lain yang dipakai oleh berbagai industri, seperti kesehatan dan transportasi.
Baca Juga: RSF Desak Mahkamah Pidana Internasional Selidiki Kejahatan Perang Terhadap Jurnalis di Gaza
Amerika Serikat, basis dari berbagai inovasi kecerdasan buatan, juga masih belum mengeluarkan regulasi tentang AI, meski Presiden Joe Biden telah mengeluarkan perintah eksekutif pada Oktober 2023.