Denny JA: Protes Kampus Berdatangan, Dukungan The Silent Majority Kepada Jokowi dan Prabowo-Gibran Kian Tinggi
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 04 Februari 2024 12:15 WIB
Terminologi ini untuk menggambarkan mayoritas pemilih yang suaranya tak terpublikasi.
Itu adalah fenomena universal. The silent majority hadir di Indonesia, juga ada di Eropa di Amerika Serikat, dan di banyak negara lain.
Mengapa suara publik yang mayoritas ini menjadi bisu, tak terdengar, dan tak bersuara? Tiga alasannya.
Baca Juga: Pandangan Denny JA tentang Debat Cawapres 21 Januari 2024: Gibran dan Cak Imin yang Paling Tegas
Pertama, untuk kasus Indonesia, mayoritas pemilih yang puas kepada Jokowi, yang memilih Prabowo-Gibran, yang memilih tidak bersuara, diam saja.
Itu karena memang mereka sudah merasa nyaman dengan situasi sekarang.
Tak ada keperluan mereka untuk ikut ribut-ribut bersuara. Umumnya mereka tidak berkarakter aktivis. Mengapa pula harus menampilkan suara mereka di ruang publik?
Alasan kedua, mereka menghindari konfrontasi dengan the vocal minority. Mereka tak ingin menghabiskan energi bertentangan dengan yang berbeda haluan. Apa pula manfaat konfrontasi itu bagi hidup sehari- hari mereka?
Alasan ketiga, para pemilih dalam barisan the silent majority memllih bisu, karena mereka memiliki orientasi dan prioritas hidup yang berbeda.
Misalnya, bagi the silent majority, isu dinasti atau isu demokrasi atau isu etika tidak menjadi prioritas utama hidup. Mereka lebih disentuh oleh isu ekonomi, akses pada fasilitas kesehatan, kesempatan pendidikan, dan lain sebagainya.
Saya sendiri secara pribadi selalu menghargai dan mendengar kritik para profesor dan akademisi dari kampus.