2016 - 2017 adalah salah satu masa paling mendidih menyangkut politik domestik sehubungan dengan Pilkada DKI. Awal Desember 2016 terjadi Aksi Damai 212 yang diikuti jutaan umat Islam di kawasan Monas dan sekitarnya. Ruang dunia maya dan media sosial penuh dengan misinformasi dan distorsi, puntiran fakta, pelintiran berita. Hoax menjadi-jadi, dari berbagai penjuru, dari banyak kubu.
Dari fenomena itu, saya berikhtiar mencari ayat-ayat Al Qur'an yang mampu mendinginkan suasana, mengajak masyarakat dan umat Islam khususnya, untuk berhati-hati dalam menyebar dan menyiar sepotong kabar.
Tiga ayat pada QS 24: 15 - 17 di atas sesungguhnya bermula dari ayat 11 dan berakhir pada ayat 20 sebagai sebuah topik lengkap, yang dalam khasanah tafsir dikenal sebagai kisah haditsul ifki (kabar dusta) yang ditudingkan kepada Bunda Aisyah r.a, perempuan mulia istri Nabi Muhammad ?.
Tulisan singkat saya ini tidak mengulas haditsul ifki sebagai subjek spesifik, melainkan mencuplik tiga ayat saja seperti pada terjemahan di atas.
Dua kata kunci pada rangkaian ayat itu bagi saya adalah hayyinan dan buhtan
Hayyinan dalam terjemahan bebas berarti "remeh" atau "ringan". Sehingga ayat 15 Surat An Nuur itu menggambarkan bagaimana manusia saat mendengar berita bohong kemudian meneruskan begitu saja kepada orang lain tanpa berusaha mengecek kebenarannya lebih dulu.
Mengapa tabiat ini muncul? Karena manusia menganggap perangai seperti itu adalah hayyinan, perkara remeh temeh, ringan. No big deal. Kalau nanti terbukti salah, tinggal minta maaf saja. Gampang.
Selesai perkara? Tidak!
Sementara manusia menganggap menyebarkan kabar bohong itu hayyinan tetapi "dalam pandangan Allah merupakan hal/dosa yang besar." (akhir ayat 15).
Adapun kata buhtan muncul pada ayat 16. "Dan mengapa kamu tidak berkata ketika mendengarnya, "Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Maha Suci Engkau, ini adalah buhtan yang besar."