DECEMBER 9, 2022
Nasional

Mahkamah Konsitusi Tolak Uji Formil Syarat Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden Denny Indrayana Dkk

image
Sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 16 Januari 2024. (ANTARA)

ORBITNDONESIA.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (pemilu) sebagaimana dimaknai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presidendan wakil presiden.

Permohonan perkara uji formil tersebut diajukan oleh Denny Indrayana dan guru besar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.

“Mengadili: dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon; dalam pokok permohonan, menolak pokok permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstutusi Suhartoyo ketika membaca amar putusan di Jakarta, Selasa 16 Januari 2024.

Baca Juga: Kasus Hoaks dan Ujaran Kebencian Denny Indrayana Naik ke Penyidikan, Dua Direktur di Bareskrim Turun Tangan

Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar mengajukan petitum provisi dan petitum pokok permohonan pada perkara yang teregistrasi dengan Nomor 145/PUU-XXI/2023 ini.

Dalam provisi tersebut, di antaranya para pemohon meminta Mahkamah Konstiyusi menyatakan menunda berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana yang telah dimaknai dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Kemudian, menyatakan menangguhkan tindakan atau kebijakan yang berkaitan pasal dimaksud.

Baca Juga: Bareskrim Terbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Dugaan Hoaks Denny Indrayana

Berikutnya, dalam pokok permohonan, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan pasal digugat tidak memenuhi syarat formil berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan bertentangan dengan UUD Negara RI 1945.

Selain itu, Denny dan Zainal juga meminta Mahkamah Konstitusi memerintahkan penyelenggara Pilpres 2024 untuk mencoret peserta pemilu yang mendaftar berdasarkan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang dimaknai Putusan MK Nomor 90 atau menetapkan agenda tambahan khusus bagi peserta pemilu yang terdampak untuk mengajukan calon pengganti.

Namun, menurut Mahkamah Konstitusi, permohonan provisi dan pokok permohonan Denny dan Zainal tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Baca Juga: Kasus Denny Indrayana: Ketika Hukum Nasional Diadu Dengan Hukum Internasional, Siapa Kuat

“Permohonan provisi para pemohon tidak beralasan menurut hukum; pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo membacakan konklusi.

Para pemohon mendalilkan bahwa norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang dimaknai dengan Putusan MK Nomor 90 tidak memenuhi syarat formil karena ada kecacatan formalitas dalam penyusunan dan pemberlakuan sebuah norma.

Berkait dalil tersebut, Mahkamah Konstitusi tidak mengenal putusan yang tidak sah meskipun dalam proses pengambilan putusan terbukti salah seorang hakim yang ikut memutus perkara tersebut melanggar etik.

Baca Juga: Kasus Denny Indrayana: Ketika Hukum Nasional Diadu Dengan Hukum Internasional, Siapa Kuat

“Hal tersebut tidak serta-merta mengakibatkan putusan tersebut tidak sah atau batal,” kata Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Selanjutnya, para pemohon mendalilkan agar Mahkamag Konstitusi dapat melakukan judicial activism dan menggunakan hukum progresif sebagai pendekatan utama dalam mengadili perkara yang diajukan. Terhadap dalil ini, Mahkamah Konstitusi juga menolaknya.

“Permohonan para pemohon berkenaan dengan Pasal 169 huruf q UU 7 Tahun 2017 sebagaimana telah dimaknai oleh Putusan MK Nomor 90 tidak mengandung kecacatan formil, sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Guntur.

Baca Juga: Jalil Hakim: Kok Amien Rais, Denny Indrayana, PDR, Serius Sekali Mau Menggulingkan Pak Jokowi

Terhadap putusan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih menyatakan memiliki alasan berbeda (concurring opinion). ***

Sumber: Antara

Berita Terkait