Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekologis Melalui Reforma Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 17 Oktober 2023 08:35 WIB
Fakta terbaru, sebanyak 72,19% petani merupakan petani gurem dimana 91,81% diantaranya adalah petani laki-laki dan 8,19% merupakan petani perempuan (BPS-Sintesis, 2021).
Konferensi Tenurial 2023 dihadiri lebih dari 800 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Kehadiran peserta yang merupakan perwakilan dari wilayah dan juga organisasi ini, adalah bentuk partisipatif konferensi untuk menyerap suara-suara dari akar rumput.
Hal yang menjadi sorotan penting adalah berbagai regulasi yang dinilai semakin membuat perampasan tanah pertanian dan wilayah adat semakin mudah dan masif. Hal ini disoroti oleh Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
“Pemerintah justru melahirkan berbagai regulasi yang bertujuan memfasilitasi investasi dan segelintir kelompok elite bisnis dan elite politik. Mulai dari revisi UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN, Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP),” ujarnya.
Sementara itu, regulasi yang mengarah kepada keadilan sosial dan lingkungan tidak kunjung diselesaikan dan diimplementasikan, seperti TAP MPR IX/2001, UUPA 1960, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Perpres Reforma Agraria, hingga RUU Masyarakat Adat.
Eras juga menekankan bahwa dalam satu dekade pemerintahan Presiden Jokowi yang dinilai gagal memenuhi janji Nawacita. Sehingga reforma agrarian yang seharusnya mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat tidak terjadi, dan justru semakin menyingkirkan rakyat.
Di kesempatan lain, Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memberikan catatan tentang kebebasan sipil yang makin terancam, dan selaras dengan semakin masifnya investasi dan regulasi pro-investasi.
Baca Juga: Makin Diminati Pengguna, Pinjaman Digital BRI Ceria Bisa Proses Limit hingga Rp50 juta
“Tantangan dan ancaman yang dihadapi gerakan masyarakat sipil adalah menyempitnya ruang publik (shrinking civic space), yang terlihat dari aktivasi para pendengung pemerintah di dunia maya, maraknya pembubaran paksa diskusi-diskusi publik, stigmatisasi terhadap perjuangan masyarakat, kriminalisasi terhadap demonstran dan aktivis, dll,” ujarnya.
Dalam Konferensi Tenurial 2023, problem tentang kerusakan alam juga menjadi sorotan tersendiri.