Ekspresi Data Denny JA: Narges Mohammadi Peraih Nobel Perdamaian 2023 Asal Iran yang Mendekam di Penjara
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 08 Oktober 2023 07:56 WIB
ORBITINDONESIA.COM - “Walau di penjara berulang kali, itu tidak menghalangi saya untuk memperjuangkan hak asasi manusia. Itu tidak menyetop saya melawan diskriminasi atas kaum perempuan.”
Demikianlah pernyataan yang sering diulang-ulang oleh Narges Mohammadi, pejuang hak asasi dari Iran yang di tahun 2023 meraih hadiah Nobel untuk perdamaian.
Siapakah Narges Mohammadi?
Baca Juga: Ekspresi Data Denny JA: Gereja Katolik Menuju Lebih Toleran dengan Pernikahan Sejenis?
Apa yang ia perjuangkan?
Apa risiko yang ia terima? Ia lahir di tahun 1972.
Ketika hadiah Nobel ini diberikan padanya, ia masih dipenjara.
Sejak usia belasan tahun, Narges Mohammadi sudah menjadi aktivis hak asasi manusia.
Ia dikenal memperjuangkan banyak hal. Salah satunya diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Berbagai risiko ia sudah hadapi. Narges ditangkap dan dipenjara sebanyak 13 kali. Total hukumannya yang ia terima 31 tahun.
Ia tak hanya dipenjara, ia pun dicambuk, total sebanyak 151 kali. Suami serta anaknya akhirnya hidup terpisah darinya di negara lain.
Apa yang ia perjuangkan?
Narges Mohammadi di tahun 2011 mendirikan Hafes, satu lembaga yang membela hak asasi manusia. Antara lain, mereka menentang hukum cambuk, apalagi terhadap perempuan di Iran.
Mengapa seorang perempuan dicambuk? Ada banyak sebabnya. Antara lain itu bisa disebabkan oleh pelanggaran cara berpakaian, misalnya tidak memakai jilbab.
Juga bisa dicambuk jika seorang perempuan (juga lelaki) melakukan hubungan seks di luar nikah.
Padahal kita tahu sekarang ini, lifestyle mengenai seks juga sangat beragam sekali. Tapi di Iran, seks di luar nikah pun bisa dikenakan hukuman cambuk.
Narges Mohammadi dan kelompoknya sudah membantu dan mendampingi ratusan perempuan yang dicambuk.
Mengapa mereka yang berjuang untuk hak asasi manusia, membela sesama manusia, membela harkat perempuan malah dipenjara?
Terutama di negara otoriter, ketika ia membela hak asasi, ia sedang melawan kebijakan pemerintah. Ia sedang menunjukkan kelemahan kebijakan pemerintah.
Itu hal yang tak disukai dan dianggap berbahaya di negara otoriter. Ia pun menghadapi risiko dipenjara.
Tapi kita tahu juga dari sejarah. Bahwa penjara tak pernah membuat jera seorang pejuang hak asasi yang sejati. ***