DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Denny JA: Soal Korupsi di Sektor Publik, Peringkat Indonesia Lebih Buruk dari Rata-rata Dunia

image
Denny JA, Ketum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA

ORBITINDONESIA - Dalam memperingati hari ulang tahun kemerdekaan RI, kita perlu membandingkan kemajuan Indonesia dengan negara-negara lain. Ternyata dalam hal korupsi di sektor publik, peringkat Indonesia masih lebih buruk dari rata-rata dunia.

Hal memprihatinkan itu diungkapkan Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA, dalam Webinar di Jakarta, Kamis malam, 18 Agustus 2021. Webinar ini memperingati HUT ke-77 Kemerdekaan RI, yang diisi juga dengan pidato dan pembacaan puisi dari para penyair Indonesia.

Menurut Denny, dalam indeks korupsi, Indonesia berada di peringkat ke-96 dari 189 negara yang diukur. Ini sedikit lebih buruk dari rata-rata dunia, yang berada di peringkat 94-95. “Dalam indeks pemerintahan yang bersih, posisi Indonesia (96) kalah jauh dari Singapura (4) dan Malaysia (62),” ujar Denny.

Baca Juga: Sutardji Calzoum Bachri dan Para Penyair Lain Menggebrak dengan Puisinya di Webinar Satupena

Indeks korupsi adalah ranking negara-negara berdasarkan tingkatan korupsi di sektor publik yang dipersepsikan (perceived), sebagaimana ditentukan lewat penilaian para ahli ditambah survei opini publik. Metode ini dilakukan Transparency International sejak 1995.

Sedangkan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dibuat oleh PBB, IPM Indonesia ada di peringkat 105 dari 146 negara yang diukur. Peringkat Indonesia berada di bawah rata-rata dunia, yaitu 73. IPM Indonesia (105) juga jauh di bawah Singapura (12) dan Malaysia (61).

Sementara untuk Indeks Kebahagiaan, Indonesia ada di peringkat 80 dari 189 negara yang diukur. Jadi posisi Indonesia berada di atas rata-rata dunia, yaitu 94-95. Tetapi Indeks Kebahagiaan Indonesia (105) jauh di bawah Singapura (32) dan masih setingkat di bawah Malaysia (79).

Di luar urusan angka-angka, Denny juga menyinggung peran Indonesia dalam hubungan internasional. Di luar negeri, Presiden Jokowi telah berperan aktif sebagai pemimpin G20 dan mencoba mendamaikan Rusia vs Ukraina.

Baca Juga: Jack Miller Pilih Nge Camp Bersama Si Nyonya Jelang Balap MotoGP Austria 2022

Jokowi menjadi pemimpin Asia pertama yang mengunjungi Rusia dan Ukraina sejak pecahnya konflik militer 24 Februari. “Seandainya Jokowi berhasil mendamaikan Rusia dan Ukraina, beliau layak mendapat hadiah Nobel Perdamaian,” tutur Denny.

“Tetapi kalaupun belum berhasil, dunia sudah mencatat bahwa Indonesia sudah berusaha berperan membawa misi perdamaian,” lanjutnya.

Di dalam negeri, banyak isu yang bisa diangkat. Tetapi yang esensial sekali, masih ada warga negara –penganut Ahmadiyah-- yang menjadi pengungsi di negeri sendiri. “Mereka sudah 16 tahun tak bisa kembali ke kampung halamannya,” ujar Denny.

“Ini membuat kita sedih, karena hal semacam ini masih terjadi di saat kita memperingati HUT ke-77 kemerdekaan RI,” sambungnya. ***

 

 

Berita Terkait