Tegas, SETARA Institute Ingatkan Ancaman Marwah KPK Runtuh: Jika TNI Tak Terima Bisa Tempuh Jalur Praperadilan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 29 Juli 2023 13:49 WIB
ORBITINDONESIA.COM- Lembaga penelitian dan advokasi SETARA Institute ikut menyoroti polemik kasus korupsi proyek pengadaan barang di Basarnas. Usai KPK menetapkan dua tersangka pejabat Basarnas, TNI merasa keberatan.
KPK pun menyampaikan permohonan maaf sebab dinilai telah menyalahi prosedur penetapan tersangka perwira TNI dan Purnawirawan. Langkah itu, SETARA Institute menilai bakal mengancam marwah KPK.
Berikut pernyataan SETARA Institute menanggapi polemik penuntasan kasus dugaan korupsi di Basarnas.
Baca Juga: Gaduh KPK dan TNI Polemik Kasus Korupsi di Basarnas, Begini Respons Mahfud MD
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi mengatakan, dalih anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang yang terus digunakan TNI untuk melindungi oknum anggota yang bermasalah dengan hukum.
"Jika pun TNI tidak sepakat dengan langkah KPK, seharusnya menempuh jalur praperadilan," kata Hendardi melalui keterangan tertulis yang diterima Orbit Indonesia, Sabtu 29 Juli 2023.
Lebih lanjut, pihaknya menunjukkan dasar sejumlah regulasi yang bisa memperkuat posisi KPK.
Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer.
Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum.
Demikian juga Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK, menegaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer.
Baca Juga: Inilah Prediksi Skor Persis Solo Melawan Arema FC Pada Pekan Ke 5 BRI Liga 1 Live di Indosiar
"Jadi, tidak ada tafsir lain kecuali bahwa KPK seharusnya tidak menganulir penetapan tersangka tersebut," jelasnya.
Sementara norma-norma dalam UU 31/1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subyek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum karena UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya.
Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum.
"Ketidaksamaan di muka hukum dan _privilege_ hukum bagi anggota TNI harus diakhiri," tegasnya.
Presiden dan DPR selama ini, dinilai terus gagal atau digagalkan untuk menuntaskan reformasi UU Peradilan Militer.
Peristiwa klarifikasi dan permintaan maaf atas penetapan tersangka anggota TNI, katanya, suatu tindakan hukum yang sah dan berdasarkan UU, adalah puncak kelemahan KPK menjaga dan menjalankan fungsinya secara independen.
KPK dinilai memilih tunduk pada intimidasi institusi TNI, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip kesamaan di muka hukum sebagaimana amanat Konstitusi.
"Peristiwa ini juga menunjukkan supremasi TNI masih teramat kokoh, karena meskipun tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, korps TNI pasti akan membela dan KPK melepaskannya," jelasnya.
"Peragaan ketidakadilan dalam penegakan hukum ini harus diakhiri. Presiden dan DPR tidak bisa membiarkan konflik norma dalam berbagai UU di atas terus menjadi instrumen ketidakadilan yang melembaga," tambahnya.
Sebelumnya KPK menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Basarnas, diralat melalui konferensi pers KPK.
"Sebelumnya, TNI menyatakan keberatan atas penetapan tersangka tersebut," ujarnya.***