Inspirasi dari Film Oppenheimer (2023): Dilema Moral Seorang Ilmuwan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 24 Juli 2023 08:37 WIB
Salahkah pula Oppenheimer yang terlibat dalam proyek rahasia negara, tapi ia juga diromantisasi oleh ide-ide yang dekat dengan komunisme?
Salahkah ia yang memimpin proyek vital Manhattan, tapi memilih istri dan juga kekasih di luar pernikahan yang simpatisan serta anggota partai komunis pula?
-000-
Saya tercekam lama, terserap dalam film dengan durasi 3 jam itu. Perdebatan sikap ilmuwan atas perang dan politik, bertukar- tukar dengan drama ruang persidangan. Percobaan lab dan ledakan bom atom silih berganti pula dengan kisah cinta Oppenheimer dengan lebih dari satu wanita.
Ia terpana dengan sikap kolega sesama fisikawan. “Oppie,” (nama panggilan Oppenheimer), “saya menolak ikut Manhatan Project. Saya tak ingin puncak 3 abad ilmu fisika berujung pada penciptaan bom yang akan membunuh begitu banyak orang. Bom itu buta, membunuh siapa saja, yang salah ataupun yang tak salah.”
Oppenheimer meyakinkannya. “Senjata seperti ini, cepat atau lambat pasti ditemukan. Ilmu pengetahuan untuk bom atom tersedia. Daripada Nazi Jerman yang merangkainya, dan menggunakannya, lebih baik kita yang lebih dulu mendapatkannya.”
Di lain waktu, ketika Jerman sudah dikalahkan, teman-teman sekerjanya bermaksud menghentikan proyek bom atom. “Buat apalagi bom itu. Jepang tinggal sendirian dan akan kita kalahkan tanpa bom atom. Mengapa kita harus membunuh banyak manusia di negara yang sudah lemah?
Kembali Oppenheimer meyakinkan mereka. “Jepang tak akan menyerah sebelum mereka tahu kehebatan bom atom. Mereka tak akan tahu sebelum mengalami diserang bom atom. Dan mereka tak akan mengalami sebelum kita mampu membuatnya.”
Namun ketika bom atom sukses diledakkan di Nagasaki dan Hirosima, berbalik Oppenheimer dikejar bayangan itu. Ia dihantui wajah para korban yang meleleh, badan yang gosong.
Kini Oppenheimer yang justru menentang pengembangan bom atom ke tahap yang lebih hebat.